Anak Akrab dengan Internet? Awasi!

awasi penggunaan internet anak

Internet sudah menjadi bagian integral kehidupan sehari-hari. Tak hanya orang dewasa, anak-anak pun kian karib dengan internet. Penting untuk mengawasi penggunaannya.

Tanggal 6 Februari diperingati sebagai Safer Internet Day. Bersama-sama, mari kita “amankan” penggunaan internet, terutama pada anak-anak yang akan menjadi penerus bangsa, agar mereka berkembang menjadi generasi unggul.

Data dari Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa 26,7% pengguna internet di Indonesia berusia 5-18 tahun, dan 95,31% dari mereka mengakses internet dari rumah. Namun begitu, apakah kemudian mereka aman dari paparan konten yang tidak seharusnya?

Banyak anak-anak, di usia dini pun, mengembangkan perilaku atau kosakata tidak pantas. Bisa jadi hal itu mereka dapatkan dari konten digital. Tentu saja ini meresahkan. Oleh karena itu, kita harus melakukan langkah preventif untuk menghindarkan anak dari dampak buruk internet.

Kita harus mengawasi anak saat mengonsumsi konten digital. James Bridle, seorang penulis sekaligus pengamat teknologi, memaparkan bahwa tidak semua konten (yang meskipun ditujukan untuk anak-anak) tidak semuanya cocok untuk mereka.

Algoritma penyedia konten tergantung pada perilaku penggunanya. Ia “membaca dan menyimpulkan” perilaku penggunanya secara otomatis, dan akan terus merekomendasikan konten-konten yang “dirasa cocok”, tanpa memandang siapa penggunanya.

Jadi, jika anak terus mengklik konten yang direkomendasikan tanpa mengetahui isinya, mereka akan berakhir dengan terus-terusan menonton video secara random, yaitu yang pertama kali muncul di layar. Sementara itu, orang tua tidak menyadari bahwa tidak semua konten warna-warni dan terkesan imut-imut cocok untuk dikonsumsi oleh anak. Tagar dan kata kunci yang disematkan dalam konten-konten itu dapat “mengecoh” algoritma, dan menyajikannya pada anak-anak, bahkan ketika itu sama sekali bukan konten yang layak dikonsumsi oleh anak.

Ada beberapa hal yang dapat meningkatkan kemungkinan anak mengakses konten yang tidak pantas, antara lain:

  1. Media sosial. Meskipun media sosial diperuntukkan bagi anak berusia 13 tahun ke atas, tidak sedikit anak-anak di bawah usia tersebut sudah memiliki media sosial sendiri atau mengakses media sosial orang tuanya. Platform ini bukanlah tempat yang aman untuk anak-anak, karena marak sekali kasus perundungan terjadi melalui media sosial. Platform ini juga memungkinkan anak untuk terpapar konten digital, baik gambar maupun video, yang bisa jadi tidak layak untuk dikonsumsi anak-anak.
  2. Akses internet di ruangan privat. Saat ini banyak orang tua yang sudah memberikan gawai untuk digunakan anaknya secara pribadi, dan mengizinkan mereka untuk mengakses internet di ruang privat, seperti kamar tidur dan bukan ruang bersama di rumah. Hal ini memperbesar kemungkinan anak “tersesat” di dunia maya.
  3. Gim dan aplikasi yang tidak sesuai dengan usianya. Banyak gim dan aplikasi bertebaran di internet. Sebenarnya sudah terdapat age restriction pada gim-gim dan aplikasi-aplikasi tersebut, hal yang seharusnya kita perhatikan dengan saksama, jangan sampai anak mengunduh gim atau aplikasi yang tidak sesuai dengan usianya.
  4. Pengawasan orang tua yang minim. Kesibukan membuat orang tua tidak sempat memantau secara penuh aktivitas anak di dunia maya, sehingga tidak tahu persis konten apa saja yang dikonsumsi anak. Padahal, konten yang tidak sesuai usia akan berdampak terhadap perkembangan kognitif dan emosi anak.

Otak manusia berkembang penuh pada pertengahan hingga akhir usia dua puluhan. Artinya, otak anak-anak belum sepenuhnya berkembang sehingga mereka belum memiliki kematangan kognitif dan emosi. Tanpa pengawasan orang tua, mereka dapat tersesat jauh dalam dunia maya.

Anak-anak belum mampu membedakan realitas dan fantasi. Akibatnya, mereka hanya akan mengimitasi dan mengembangkan perilaku sesuai dengan apa yang dilihatnya. Jika sering terpapar konten kekerasan, tanpa sadar mereka akan menyerap, merekamnya dalam otak, dan memanifestasikannya dalam bentuk perilaku bermasalah, seperti terlibat dalam perkelahian, merokok, miras, dan lain-lain. Bisa juga muncul gangguan kesehatan, baik fisik maupun mental, seperti obesitas, insomnia, gangguan kecemasan, gangguan adiksi, kehilangan empati, dan sebagainya.

Untuk menghindari hal-hal buruk itu terjadi pada anak, segera lakukan intervensi. Sesibuk apa pun, kita harus terus berjaga-jaga dan membentengi anak dari pengaruh negatif internet.

Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan:

  1. Batasi waktu dan jenis konten yang boleh dikonsumsi. Anak belum dapat meregulasi diri dan emosi dengan baik, mereka membutuhkan bimbingan orang tua untuk belajar membedakan hal yang baik dan buruk. Membatasi screen time juga banyak memberikan manfaat, baik untuk anak maupun keluarga.
  2. Lakukan komunikasi dan diskusi mengenai keselamatan saat berinternet. Bantu anak meningkatkan kemampuannya berpikir kritis. Hal ini penting sebagai modal anak dalam melakukan chew and spit saat menemukan konten yang tidak sesuai untuk usianya.
  3. Dampingi anak saat menggunakan internet. Usahakan agar anak tidak menggunakan internet di ruang privat. Sediakan common room untuk mereka, agar orang tua dapat mengawasi segala aktivitas digital anak. Selain itu, selalu sempatkan diri untuk memonitor dan mengevaluasi histori penelusuran gawai yang digunakan anak.
  4. Gunakan fitur parental control. Dengan fitur ini, kita dapat memblokir konten-konten yang tidak pantas untuk dikonsumsi oleh anak.
  5. Kenali age restriction dalam konten, gim, dan aplikasi. Mulailah untuk disiplin menerapkan pembatasan usia untuk meminimalisasi anak terpapar konten yang tidak sesuai dengan usianya.

Yuk, kita bergerak bersama untuk internet yang lebih aman!

Penulis: Diah Lucky Natalia

Artikel terkait:

Share :

Related articles