Mau setinggi apa pendidikan kita, mau setua apa usia kita, terus belajar adalah suatu keharusan. Pikiran kita harus selalu terbuka untuk melihat dan menyerap hal-hal baru setiap hari. Jangan mandeg. Baru-baru ini saya melakukan perjalanan ke Singapura, dan meskipun saya pernah lama tinggal di sana, ternyata tetap saja saya menemukan hal-hal baru yang bisa dipelajari. Mirip judul film yang terkenal waktu saya masih remaja, here are 10 things I learned in Singapore.
Tanggal 8-11 November 2022 silam, REFO mengadakan perjalanan ke Singapura bersama beberapa klien kami. Apa tujuan perjalanan itu? Tentu saja untuk belajar bersama.
Kami mengunjungi EDUtech Asia 2022, Kantor Google di Singapura, International French School Singapore (IFS), St. Joseph’s Institution International (SJII), dan Alumni Relations Office di National University of Singapore.
Banyak sekali ilmu dan keterampilan baru yang kami pelajari selama “Learning Journey to Singapore with REFO” itu.
Di EDUtech Asia 2022 kami bertemu banyak orang dari sektor pendidikan, di sana kami saling bertukar ide dan pengalaman, menjalin pertemanan dan kemitraan baru, mengembangkan jaringan, dan bahkan menemukan peluang baru.
Di Kantor Google Singapura kami menemukan “The Magic of Google for Education”, keajaiban Google for Education, di mana kami belajar mengenai ekosistem Google, serta kecanggihan Google Workspace dan AppSheet.
Di IFS dan SJII kami mempelajari bagaimana sebuah sistem kependidikan di luar negeri, khususnya di Singapura, yang pasti berbeda dengan sistem di Indonesia.
Dan masih banyak lagi yang kami pelajari bersama.
Namun, saya pribadi menemukan hal-hal yang unik, yang saya pelajari selama melakukan perjalanan ke Singapura itu. Walaupun saya pernah menghabiskan waktu selama delapan tahun untuk kuliah dan kerja si sana, tetap saja hal baru untuk dipelajari itu selalu ada.
Selama empat hari di Singapura, saya menemukan sepuluh hal, random learning about life and things, yang ingin saya bagikan untuk Anda, para pejuang dan penggerak kependidikan di Indonesia. Ini dia 10 things I learned in Singapore:
- Bersatu dan menjalin persahabatan untuk tujuan yang sama.
Kami, 13 orang dengan latar belakang yang berbeda-beda, bertemu di Bandara Soekarno-Hatta untuk berangkat ke Singapura bersama-sama. Ada di antara kami yang tak saling kenal sebelumnya. Namun perbedaan, dan bahkan keasingan di antara kami itu tak ada artinya, jika kami memiliki tujuan yang sama. Dalam “Learning Journey to Singapore with REFO” itu tujuan kami adalah belajar, dan hal itu yang membuat kami jadi bersatu dan menjalin persahabatan, meski dengan orang baru.
- Mimpi bisa menjadi kenyataan.
REFO merupakan impian saya sejak belia, dan inilah yang membuat saya memulai karier saya di dunia pendidikan. Awal karier saya mulai di Singapura, dan sejak saat itu saya selalu konsisten dalam bidang pendidikan, meski di beberapa perusahaan yang berbeda, termasuk salah satunya adalah Google Asia Pacific. Saat saya mengunjungi kantor Google di Singapura dengan entitas REFO, saya tersadar bahwa dreams indeed come true, walaupun itu bukan hal yang mudah. Membutuhkan keteguhan dan ketetapan hati untuk bisa tetap berproses dan konsisten. But, dreams… indeed come true!
- Anda tidak akan pernah sendirian.
Saat ini saya tengah menjalani program di mana saya harus menjaga asupan makanan, dengan menghitung detail kalori, gula, serat, protein, dan lainnya dalam makanan saya. Tetap konsisten melakukan hal ini saat tengah melakukan perjalanan itu tidak mudah, tapi lucunya, ternyata ada salah satu teman perjalanan, yaitu salah satu klien REFO, yang juga tengah menjalani program yang sama! Jadi selama empat hari itu, kami saling membantu mengawasi asupan kalori masing-masing. Well, you’ll never be alone in everything you do.
- Selalu ada hal baru untuk dipelajari.
Seperti yang sudah saya sebutkan di atas, saat mengunjungi kantor Google, kami belajar mengenai ekosistem Google, serta kecanggihan Google Workspace dan AppSheet. Namun, ada satu hal lagi yang kami pelajari saat itu, yaitu Google Glass, sebuah perangkat kacamata pintar fituristik yang canggih banget, yang penggunaannya layaknya kita menggunakan telepon pintar. Keren, ‘kan?
- Jembatan Pelangi itu nyata!
Di kantor Google Singapura ada area yang bernama Rainbow Bridge, yaitu jembatan yang menghubungkan antarblok dalam kompleks perkantoran. Sesuai namanya, Rainbow Bridge didesain dengan warna-warna pelangi. Melihat itu, saya jadi ingat fabel yang terkenal pada dekade 1980-1990, tentang padang rumput di mana para hewan peliharaan yang sudah mati menunggu pemiliknya di dunia, dan mereka akan bersama-sama melewati Jembatan Pelangi untuk menuju ke Surga. So, in Singapore, Rainbow Bridge is real!
- Selalu ada kesempatan baik dalam dalam segala situasi.
Saat di kantor Google, saya melewati “Area YouTube”, di mana ada logo YouTube besar dan kita bisa foto-foto di situ. Saya jadi ingat di awal pandemi COVID-19 menyerang dan membuat dunia seolah berhenti berputar. Rencana-rencana saya untuk REFO bisa mengadakan pelatihan dan seminar di mana-mana harus terhenti juga. Namun, apabila kita fokus pada hal-hal positif, kita akan selalu menemukan kesempatan baik dalam situasi yang terburuk pun. Saat itu saya memutuskan mengoptimalkan penggunaan YouTube dan fokus membuat konten dengan mengadakan webinar-webinar, yang kemudian selalu ditonton oleh ratusan ribu pemirsa. Hikmahnya, tahun ini REFO berhasil meraih Silver Button, dan menuju ke Golden Button. Jadi, jangan pernah menyerah, meski situasi di sekeliling kita seperti tak memungkinkan untuk berbuat sesuatu.
- Dunia itu benar-benar selebar daun kelor.
Saat ini, saya bekerja sama dengan beberapa rekan-rekan dari Google. Salah satunya adalah Pak Sugi. Ternyata beliau kenal dengan beberapa kenalan saya yang lain, dalam lingkup pertemanan yang lain. Jadi, dunia itu memang benar-benar sempit, kita tidak pernah tahu siapa saja dan kapan kita akan bertemu dengan berbagai orang. Oleh karenanya, bangunlah persahabatan dengan siapa pun. Make peace, not war.
- Tidak ada perangkat yang sempurna.
Waktu mengunjungi International French School (IFS), kami mengetahui bahwa sekolah itu telah menggunakan Chromebook. Saat kami bertanya, apakah Chromebook satu-satunya perangkat yang mereka gunakan dalam proses kependidikan di IFS, ternyata jawabannya adalah tidak. Karena ternyata Chromebook saja tidak cukup untuk memfasilitasi aktivitas seluruh siswa, oleh karenanya mereka juga menggunakan perangkat lain, yang dapat mendukung hal tersebut. Tidak ada perangkat yang sempurna, tidak ada teknologi yang menjawab semua kebutuhan dengan satu solusi. Sehingga, pilihlah perangkat dan teknologi yang paling meminimalisir permasalahan dan kendala yang kita hadapi.
- Pengelolaan alumni itu penting.
Saat kami mengunjungi Alumni Relations Office at National University of Singapore (NUS), kami belajar bahwa pengelolaan alumni itu penting. NUS membangun komunitas yang terdiri dari para alumni universitas tersebut, dan melakukan kegiatan-kegiatan dari alumni untuk alumni, dan bahkan untuk universitas, sehingga banyak alumni NUS yang pada akhirnya memberikan sumbangsih pada almamaternya. Sementara itu di Indonesia, banyak institusi pendidikan yang tidak melakukan pengelolaan terhadap alumninya yang jumlahnya sangat banyak. Maka, di Alumni Relations Office at NUS, kami belajar bagaimana cara mereka mengelola alumni yang jumlahnya besar dan tersebar di berbagai negara.
- Seorang Pepita saja tak mungkin bisa melakukan hal-hal besar sendirian.
Saya melakukan perjalanan ke Singapura itu bersama sebagian tim REFO, di situ saya menyadari bahwa tanpa tim yang hebat itu, saya tak mungkin bisa melakukan hal-hal besar yang telah dicapai oleh REFO selama lebih dari empat tahun ini. Untuk itu, saya bersyukur telah diberkati dengan adanya tim yang kompak dan berdedikasi itu.
Empat hari perjalanan ke Singapura yang kami lakukan, dan ternyata masih banyak hal yang bisa dipelajari. Tak peduli saya pernah tinggal di sana selama bertahun-tahun.
Di sini kita bisa belajar bersama, bahwa sebagai manusia yang hidup di zaman yang terus berkembang, kita tak boleh berhenti belajar. Tak ada batasan waktu dan materi untuk terus belajar, sky is the limit.
Terlebih sebagai seorang pendidik, sikap dan kebiasaan inilah yang harus kita tularkan pada semua anak didik kita. Begitu juga sebagai orang tua, ajarkan selalu pada anak-anak kita untuk selalu memiliki pikiran terbuka, dan keinginan untuk terus maju dan berkembang.
Mari kita terus bertransformasi.