Mari kita bandingkan dua anak seumur yang bermain game di gawai. Anak pertama bermain satu jam sehari setiap hari, sementara anak kedua memainkan game yang sama tapi hanya dua kali seminggu, masing-masing 30 menit. Mereka mulai bermain game itu dari level 1 di hari yang sama. Setelah tiga bulan, siapa yang lebih mahir? Siapa yang bisa mencapai level dan skor lebih tinggi?
Tentunya anak pertama, yang lebih sering bermain game tersebut.
Demikian pula dengan penggunaan teknologi untuk belajar: bila teknologi sering digunakan di kelas, hasil belajar semakin optimal. Berdasarkan pengakuan murid-murid usia 15 tahun di berbagai negara serta hasil tes PISA* 2018 mereka, terlihat adanya korelasi positif antara murid yang menggunakan teknologi setidaknya satu jam per mata pelajaran per minggu. Analisa penggunaan teknologi di antara murid usia 15 tahun dan efeknya dilakukan McKinsey berdasarkan laporan tes PISA 2018.
Di sisi lain, bila teknologi tidak sering digunakan, hasil tes PISA menunjukkan bahwa sama sekali tidak menggunakan teknologi dalam pembelajaran pun berkorelasi dengan hasil tes PISA yang lebih baik.
Kedua hasil ini tergambar di bagan berikut ini.
Laporan tes PISA maupun analisanya tidak menjelaskan mengapa hasil tes PISA yang lebih baik berkorelasi dengan penggunaan teknologi yang banyak atau justru nihil; tapi beberapa penjelasan yang logis:
Bila teknologi hanya digunakan sekali waktu, guru dan murid tidak mahir dalam penggunaannya sehingga pembelajaran jadi membosankan karena tidak paham fitur maupun cara pengoperasian- Bila infrastruktur sekolah tidak siap, penggunaan teknologi bisa mengakibatkan frustasi dan menghambat proses belajar. Misalnya: internet tidak lancar sehingga waktu loading lama, stop kontak yang tidak memadai padahal baterai laptop tidak tahan sepanjang hari, sampai kesulitan login dan mengingat password
Dalam skenario-skenario tersebut, akan lebih baik bila sekolah tidak memaksakan penggunaan teknologi untuk pembelajaran sehingga jam pelajaran optimal digunakan menggunakan cara mengajar yang sudah terbukti, seperti bercerita, membaca bergantian, eksperimentasi, diskusi, merangkum, mendengar penjelasan sampai permainan.
Namun pandemi telah mengingatkan kita bahwa penggunaan teknologi dalam pembelajaran akan lebih jamak di kemudian hari. Pandemi telah “memaksa” guru dan murid untuk belajar menggunakan perangkat dan aplikasi yang sebelumnya tidak terpikirkan agar pembelajaran bisa tetap berlangsung di luar kelas. Sudah 1,5 tahun kita menggunakan teknologi ini, sayang bila pengetahuan akan teknologi ini ditelantarkan setelah sekolah kembali dibuka. Sementara itu, sudah banyak prediksi bahwa masa depan pendidikan di dunia akan bergerak ke arah hibrid, dimana penggunaan teknologi tidak dapat dihindari.
Karenanya daripada menghindari teknologi, kita sebagai pendidik perlu berpikir, “Bagaimana agar saya dan murid-murid menjadi pengguna teknologi dan aplikasi tertentu sampai tingkat mahir sehingga teknologi menjadi senjata yang berguna, bukan senjata makan tuan?”
* PISA adalah tes literasi, berhitung dan sains yang dilakukan terhadap murid 15 tahun di 70 negara untuk memberi gambaran kemampuan akademis mereka secara global. Tes ini dilakukan tiap tiga tahun dalam bahasa nasional mereka. Latar belakang tes PISA bisa didapatkan di sini, sementara laporan lengkap PISA Indonesia 2018 ada di sini.
Penulis : Elina Ciptadi
Artikel Terkait :
