PTM 100%: Lupakan Pembelajaran Daring?

Pembelajaran di tahun ajaran baru 2022/2023 ini dilaksanakan secara tatap muka. Apa dengan PTM 100%, lalu kita harus sama sekali melepaskan cara daring? Apa kita benar-benar siap untuk pembelajaran yang 100% luring? Lalu, bagaimana implikasinya ke anak-anak kita di masa depan?

Tahun ajaran baru 2022/2023 sudah dimulai, anak-anak pun sudah kembali ke sekolah. Sebenarnya PTM (terbatas) sudah dimulai sejak Januari 2022 lalu, dan walaupun ada sekolah-sekolah yang memberlakukan hybrid learning, atau malah tetap daring, tapi di tahun ajaran baru ini banyak sekolah yang kembali ke sistem lama, yaitu tatap muka dan luring 100%.

Sebelum kita ngobrol lebih lanjut, saya ingin sampaikan perbedaan dari tiga terminologi yang akan sering muncul dalam tulisan ini:

1. Luring (offline)

Sistem pembelajaran yang dilakukan secara tatap muka, tanpa menggunakan jaringan internet. Media yang digunakan bisa berupa alat peraga, dan media hardcopy, seperti buku paket, modul, LKS, dan sebagainya.

2. Daring (online)

Sistem pembelajaran tanpa tatap muka, dan menggunakan jaringan internet. Dalam kegiatannya menggunakan perangkat seperti komputer atau smartphone, juga platform atau aplikasi yang memang disediakan untuk pembelajaran tipe ini, seperti Google Workspace for Education (Kemendikbudristek menyediakan untuk sekolah-sekolah negeri lewat belajar.id dan madrasahebat.id).

3. Tatap muka (onsite)

Sistem pembelajaran yang dilakukan di tempat, dalam hal ini adalah bangunan sekolah.

Sekarang ini saya amati lebih banyak sekolah yang memutuskan untuk melakukan PTM dan luring 100%. Mereka kembali ke cara lama, menghapus sama sekali cara-cara yang sangat membantu selama pelaksanaan PJJ semasa pandemi. 

Saya paham sih, mungkin saat ini semua orang sudah jenuh dengan segala sesuatu yang serba daring. Sama halnya dengan penyelenggaraan pembelajaran, para guru, murid, dan juga orang tua sudah bosan dengan PJJ. Namun, apa kita yakin kalau kita sudah benar-benar siap untuk melakukan PTM dan luring 100%? Kita harus ingat, pandemi belum berakhir. Bahkan, Our World In Data mencatat dalam periode 4-25 Juli 2022, jumlah kasus terkonfirmasi mingguan di Indonesia itu mengalami kenaikan.

Nah, dalam keadaan seperti ini, kita harus siap kalau (misalnya) tiba-tiba salah satu guru atau murid terpapar COVID-19, sehingga dia harus kembali menjalani belajar-mengajar secara daring. Atau, karena ada yang terpapar, lalu seluruh isi kelas harus menjalani isoman. Dan masih banyak contoh lain, yang bahkan bisa jadi menyebabkan seluruh sekolah ditutup kembali.

Bukan berarti saya memilih untuk berpikir negatif, ya, tapi kalau kita ingin berdamai dengan situasi pandemi yang masih entah sampai kapan ini, kita harus siap menghadapi kemungkinan-kemungkinan buruk tersebut.

Dari situ saya punya pandangan, institusi-institusi pendidikan harus tetap mempertahankan hybrid learning. Melaksanakan pembelajaran 100% tatap muka bukan berarti 100% luring. Memang sih, masih banyak yang bingung atau bahkan tidak paham perbedaan antara dua istilah tersebut, tapi sekarang kita harus bisa membedakannya.

Sebagai pendidik, kita tidak bisa kaku memilih antara daring atau luring, kita harus fleksibel dengan moda campuran. Dan ini tidak hanya semasa pandemi saja, tapi juga setelah pandemi dinyatakan usai. Kenapa? Karena COVID-19 tidak akan serta-merta hilang begitu saja, meski pandemi sudah dinyatakan selesai.

Sekolah-sekolah harus mempersiapkan infrastrukturnya untuk hybrid learning. Artinya, sarana dan prasarana pendukung PTM disiapkan dan dipelihara, begitu juga fasilitas-fasilitas pendukung PJJ, seperti anggaran internet, perangkatnya, dan platform atau aplikasi yang digunakan untuk pembelajaran daring, seperti Google Workspace for Education.

Teknologi dan pendukung digitalisasi bukan solusi sementara, yang digunakan hanya semasa pandemi untuk melakukan PJJ, tapi merupakan sebuah investasi yang diperlukan kalau sekolah ingin progresif, dan siswa-siswanya menjadi lebih kompetitif dalam persaingan global di masa depan. Kemendikbudristek juga pernah membahas hal ini dalam publikasinya, digitalisasi sekolah akan meningkatkan kualitas dan memberikan dampak positif pada hasil pembelajaran.

Ayo, berdamai dengan dunia normal baru, sembari mempersiapkan anak-anak kita agar mereka siaga menghadapi tahun 2045, di mana pembangunan manusia dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi pilar pertama dalam pencapaian impian dan visi Indonesia Emas 2045.

Share :

Related articles