Fenomena bonus demografi seperti pedang bermata dua. Satu sisi menandakan bahwa Indonesia memiliki banyak SDM potensial. Namun di sisi lain, kurangnya perhatian terhadap hal ini mengakibatkan meningkatnya kasus gizi buruk, stunting, penyakit menular, dan sebagainya. Bagaimana kita harus menyikapinya?
Saat ini, Indonesia menghadapi fenomena bonus demografi, yaitu peningkatan signifikan jumlah penduduk berusia produktif. Hal ini terlihat baik, karena artinya negara memiliki banyak SDM yang akan berpotensi dalam pembangunan negara di masa depan. Namun di sisi lain, ini perlu menjadi perhatian, karena pengelolaan SDM yang kurang memadai akan mengakibatkan meningkatnya kasus gizi buruk, stunting, penyakit menular, dan sebagainya.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2018 mencatat:
- 1 dari 4 anak usia SD tergolong pendek stunting
- 1 dari 10 anak tergolong kurus
- 1 dari 4 anak tergolong anemia
- 1 dari 5 anak tergolong gemuk
Kondisi ini disebabkan oleh banyak faktor, seperti pola makan yang tinggi gula, garam, dan lemak, tetapi rendah serat.
Riskesdas juga mencatat bahwa:
- Lebih dari separuh anak usia 5-9 tahun mengonsumsi makanan dan minuman manis lebih dari satu kali per hari
- Hanya 3% masyarakat Indonesia yang mengonsumsi buah dan sayur sesuai rekomendasi
- 17% masyarakat Indonesia sama sekali tidak mengonsumsi buah dan sayur
Berdasarkan kondisi tersebut, Pemerintah mencanangkan Program Gizi Anak Sekolah (Progas) pada tahun 2018. Bentuk dari program tersebut adalah memberikan sarapan pada peserta didik dengan tujuan meningkatkan asupan gizi dan menciptakan kebiasaan sarapan. Selain itu, Pemerintah juga memberikan pendidikan karakter pada siswa tentang kebiasaan hidup bersih dan sehat.
Namun, langkah intervensi itu tidak bisa hanya dilakukan di sekolah. Orang tua, sebagai lingkungan pertama dan utama anak, perlu diedukasi tentang pentingnya kecukupan gizi untuk anak.
Namun, hal itu tidak bisa hanya dilakukan pada kalangan siswa dan sekolah. Orang tua, sebagai lingkungan pertama dan utama anak perlu mendapatkan edukasi mengenai pentingnya kecukupan gizi pada anak. Pemerintah juga telah memberikan edukasi tentang gizi seimbang untuk anak dengan mencanangkan Sosialisasi Kebijakan Intervensi Penurunan Stunting, dan Badan POM RI pun merilis “Pedoman Pangan Jajanan Anak Sekolah untuk Pencapaian Gizi Seimbang”.
Namun, meski sudah ada pedoman pangan jajanan anak sekolah, kenyataannya di lapangan masih saja beredar jajanan tidak sehat. Terlalu banyak mengandung garam dan gula, diproses dengan cara yang salah, bahkan mengandung bahan berbahaya seperti formalin, pemanis buatan, dan zat pewarna.
Ingat kasus chiki ngebul yang sempat viral beberapa waktu lalu? Jajanan populer yang disajikan dengan guyuran nitrogen cair, yang membuat tampilannya menarik. Bukan saja tidak aman, di Tasikmalaya bahkan terjadi kasus keracunan chiki ngebul, yang membuat beberapa anak harus dilarikan ke rumah sakit. Bahkan Dinkes Jawa Barat mengumumkan darurat medis akibat kasus ini.
Kasus semacam ini harus menjadi perhatian orang tua dan pendidik agar mengawasi asupan makanan anak, terutama pada saat mereka berada di sekolah.
Membawakan bekal untuk anak adalah solusi yang cerdas untuk menghindarkan anak dari jajanan berbahaya, sekaligus memenuhi kebutuhan gizi harian mereka. Bahkan sejak 2013, Kemendikbudristek RI menetapkan 12 April sebagai Hari Bawa Bekal Nasional.
Orang tua dapat menjadikan “Pedoman Pangan Jajanan Anak Sekolah untuk Pencapaian Gizi Seimbang” yang dikeluarkan Badan POM RI sebagai arahan pemenuhan gizi anak. Pedoman tersebut memaparkan dengan jelas tentang kebutuhan gizi dan cara memilih jajanan yang tepat untuk anak. Orang tua jadi dapat memahami prinsip gizi seimbang, dan pentingnya sarapan untuk anak.
Menyajikan makanan buatan sendiri memampukan orang tua untuk memantau kualitas makanan yang dikonsumsi anak, sehingga mereka dapat tumbuh optimal dan terhindar dari keracunan zat berbahaya. Membawa bekal dari rumah juga menjadi langkah awal anak dalam membiasakan diri mengonsumsi makanan yang bervariasi dan sehat, sehingga akan menjadi pola hidup mereka di masa depan.
Yuk, kita biasakan anak bawa bekal dari rumah!
Penulis: Diah Lucky Natalia
Artikel terkait:
- Ayah Bercerita, Anak Unggul Tercipta
- Anak Terlindungi, Indonesia Maju
- Hari Keluarga Nasional, Pengingat Pentingnya Keluarga yang Sehat
- Sarapan Bergizi, Murid Giat Belajar