Tantangan dan Peran Pendidik dalam Revolusi Industri 5.0

hari guru nasional

Pandemi COVID-19 telah mengubah wajah dunia pendidikan. Dari pembelajaran konvensional menjadi metode yang mengedepankan penggunaan teknologi, yang memungkinkan siswa dan guru berinteraksi secara jarak jauh. Bagaimana pendidik menyikapi hal ini ke depannya?

Pandemi COVID-19 “memaksa” kita untuk melakukan sebuah langkah besar, yang tak pernah terpikir sebelumnya. Ketika tatap muka menjadi begitu berisiko, kita harus mengubah total cara belajar mengajar menjadi jarak jauh. Kemudian proses pembelajaran berbasis teknologi menjadi sebuah pakem dalam dunia pendidikan.

Seperti halnya dalam industri lain, para pendidik sempat tergagap saat seketika harus mengubah cara mengajar mereka. Proses transfer pengetahuan tidak lagi bisa dilakukan hanya melalui buku teks dan penjelasan verbal seperti yang biasanya dilakukan. Perlu metode lain yang dapat membuat peserta didik bersemangat dan engaged dalam proses pembelajaran. Di sinilah peran pendidik menjadi sangat krusial: bisakah menyeimbangkan antara kebutuhan peserta didik akan pembelajaran yang efisien dengan kompetensinya saat ini?

Ketidaksiapan pendidik menghadapi perubahan drastis ini perlu dimaklumi karena memang tidak ada perubahan signifikan dalam metode pembelajaran di Indonesia selama beberapa dekade. Apalagi, tugas guru tidak hanya mengajar, ada juga beban administratif yang diemban. Hal ini membuat pendidik tidak memiliki kesempatan untuk upgrade diri sehingga mereka mengalami stagnasi kompetensi.

Saat ini, kita berada dalam era digital, di mana Generasi Z, para digital native, dan Generasi Alfa menjadi “mayoritas”. Dua generasi yang lahir dan tumbuh bersamaan dengan digitalisasi ini memiliki kesamaan karakteristik, yaitu kritis, kreatif, terbuka dan bebas, sangat peduli dengan teknologi dan menyukai kegiatan interaksi dialogis. Keakraban dengan teknologi membuat mereka dapat menjangkau pengetahuan dari mana saja. Sekolah bukan lagi menjadi sumber primer, anak-anak ini dengan mudah dapat menemukan fakta dan informasi baru melalui video daring, aplikasi, dan media sosial. Kecerdasan buatan pun dapat membantu untuk mencari segala bentuk informasi yang mereka butuhkan. Oleh karena itu, metode pengajaran jadul yang melulu menggunakan buku teks dan komunikasi satu arah tidak lagi cocok untuk mereka. Anak-anak ini memerlukan tantangan yang lebih kompleks sehingga metode pembelajaran untuk mereka juga harus dilakukan dengan cara yang lebih kreatif.

Hal ini membuat para pendidik berkejaran dengan teknologi yang terus melaju dengan pesat. Jika tidak mampu menyejajarkan langkah dengan perubahan ini, bisa jadi peserta didik akan memiliki wawasan yang lebih luas dari pendidiknya. Jika ini terjadi, lalu apa fungsi pendidik?

Mindset bahwa pendidik adalah satu-satunya sumber transfer pengetahuan adalah pemikiran usang. Generasi saat ini tidak lagi membutuhkan hal tersebut karena ilmu pengetahuan bisa mereka dapatkan sejauh sentuhan layar. Yang mereka butuhkan adalah fasilitator, yang membimbing mereka memanfaatkan pengetahuan itu dengan tepat dan mempraktikkannya dalam kehidupan.

Saat ini, kita tengah menyongsong Revolusi Industri 5.0 yang menitikberatkan integrasi dan kolaborasi antara keahlian dan inovasi manusia dengan teknologi canggih, seperti artificial intelligence (AI), internet of things (IoT), dan robotika, untuk mengoptimalkan hasil yang ingin dicapai.

Jurnal Revolutionizing Education with Industry 5.0: Challenges and Future Research Agendas menyebutkan bahwa di bidang pendidikan, Industri 5.0 mengacu pada kerja sama antara teknologi dan pendidik serta siswa untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengajaran dan pembelajaran. Dengan teknologi yang memainkan peran penting, pendidik dituntut untuk memberikan siswa akses terhadap berbagai sumber pembelajaran, memersonalisasi pengalaman belajar untuk setiap individu siswa, dan menyediakan advanced learning tools. Pembelajaran harus efektif, efisien, dan lebih terpersonalisasi.

Untuk dapat mengubah metode pengajaran agar selaras dengan Revolusi Industri 5.0, pendidik harus meningkatkan kompetensi dan keterampilannya, khususnya yang berkaitan teknologi dan digitalisasi. Banyak cara dapat kita lakukan untuk upgrade diri sehingga selalu up-to-date. Kemendikbudristek RI menyediakan wadah Balai Guru Merdeka yang merupakan komunitas guru se-Indonesia, di mana terdapat program “Guru Penggerak” yang memberikan bimbingan dan pelatihan keterampilan dari Kemendikbudristek RI, yang nantinya diimbaskan kepada guru lain dalam komunitas. Balai Guru Merdeka ini diharapkan menjadi tempat berkumpulnya  pihak-pihak yang punya keunggulan dalam peningkatan kompetensi guru, baik dari praktisi, relawan, dari guru penggerak itu sendiri untuk menjadi fasilitator, menjembatani guru-guru yang lain agar meningkat kompetensinya dalam hal pembelajaran.

Jurnal Implementation of Education 5.0 in Developed and Developing Countries: A Comparative Study menyatakan bahwa dengan kompetensi yang mumpuni, pendidik akan memiliki peran kunci dalam pendidikan di era Revolusi Industri 5.0, sebagai berikut:

  • Resource Specialist. Pendidik harus dapat memenuhi dan menyediakan kebutuhan siswa akan sumber dan referensi tepercaya. Fokusnya bukan pada “dia yang menjadi pusat informasi”, melainkan fasilitator yang dapat memberikan siswa rekomendasi referensi sebanyak-banyaknya yang kemudian akan digunakan oleh peserta didik untuk bereksplorasi lebih jauh.
  • Support Person. Pendidik tidak lagi bisa menempatkan diri sebagai centre of knowledge, tetapi lebih condong memfasilitasi dan membantu siswa dalam proses pembelajaran.
  • Mentor. Bukan sekadar menjadi fasilitator dalam hal sumber pengetahuan, pendidik juga berperan dalam membentuk perilaku dan karakter peserta didik. Menjadi teladan dalam hal etika kerja, kepemimpinan, yang akan mereka butuhkan di masa depan, di dunia kerja. Siswa masa kini lebih membutuhkan role model ketimbang guru tradisional.
  • Helping Hand. Dalam proses belajar, siswa memerlukan sosok yang akan membantu mereka di kondisi-kondisi tertentu sehingga pendidik tidak bisa tidak acuh saat melihat ada siswa yang kesulitan.
  • Learner. Status sebagai “pendidik” tidak boleh lalu membuat kita berhenti belajar. Justri kita harus selalu membuka diri akan hal baru karena belajar adalah proses yang terjadi seumur hidup. Hal ini akan memberikan nilai plus dalam karakter dan kepribadian seorang pendidik yang dampak tidak langsungnya membuat peserta didik menaruh respek, menghormati gurunya, dan menjadikannya patron.

Belajar dapat dapat dilakukan di mana dan kapan saja. Pertanyaannya, apakah kita siap untuk terus belajar sepanjang hayat?

Di Hari Guru Nasional ini, mari kita renungkan bersama, ke manakah kita mau bawa pendidikan Indonesia? Apa yang bisa kita berikan kepada peserta didik saat ini? Semua ada di tangan kita! Apakah kita menerima nasib menjadi pendidik usang dan menyerah pada gempuran teknologi? Atau mau untuk terus bertumbuh dan menjadi pendidik masa depan yang mencetak generasi gemilang?

Selamat Hari Guru Nasional, Pendidik Anak Bangsa!

Penulis: Diah Lucky Natalia

Artikel terkait:

Share :

Related articles