Pancasila terbukti sakti sebagai fondasi bangsa, tetapi ancaman ideologi masih mengintai. Tantangannya adalah menjaga relevansinya di era modern dengan mewariskan nilai luhur kepada Generasi Z dan Alfa.
Peringatan Hari Kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober, erat kaitannya dengan peristiwa G30S/PKI, upaya kudeta oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan tujuan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis.
Peristiwa ini hanya satu dari banyak ujian sebab sebelumnya Pancasila sebagai ideologi negara mengalami ujian berkali-kali seperti:
- Pemberontakan PKI di Madiun, pada 18 September 1948, tujuan utamanya yaitu mendirikan negara berideologi komunis.
- Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang ingin menggantikan Pancasila dengan syariat Islam sebagai dasar negaranya.
- Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) bermaksud mendirikan negara sendiri.
- Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) atau Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) sebagai bentuk gerakan protes ke pemerintah pusat.
Pengalaman-pengalaman tersebut membuktikan bahwa Pancasila sakti karena mampu menjadi benteng pertahanan dalam menghadapi berbagai ancaman yang merongrong ideologi bangsa.
Saat ini Indonesia tidak menghadapi ancaman pemberontakan bersenjata yang masif, tetapi berhadapan dengan ancaman yang tidak kalah berat, dan bahkan cenderung kompleks serta tidak kasatmata. Ancaman ini terjadi dalam bentuk yang lebih halus tetapi memiliki dampak merusak secara perlahan, berupa:
- Intoleransi dan primordialisme berupa sikap tidak menghargai perbedaan, memecah belah persatuan, dan cenderung memihak kelompok sendiri.
- Egoisme dan lemahnya empati yang mengikis nilai-nilai kekeluargaan, keadilan sosial dan kepedulian terhadap sesama.
- Radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan ideologi tertentu adalah ancaman nyata terhadap integritas nasional dan Pancasila sebagai ideologi bangsa.
- Pelemahan ketahanan ideologi pada generasi muda karena rentan terhadap pengaruh ideologi asing.
Penyebab munculnya ancaman tersebut antara lain:
- Radikalisme berbasis agama yang bertujuan merebut kekuasaan atau mengganti ideologi Pancasila, misalnya sistem khilafah.
- Ketimpangan sosial dan kesenjangan ekonomi yang lebar ditambah mempertontonkan perilaku konsumtif dan materialistik oleh masyarakat golongan atas.
- Pembangunan tidak berlandaskan keadilan, keberlanjutan dan kemanusiaan yang menyebabkan pengurasan sumber daya, kesenjangan sosial dan pemiskinan pedesaan.
- Korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang memicu melemahkan kepercayaan rakyat.
- Penurunan tingkat toleransi antar kelompok masyarakat yang memantik terjadinya berbagai konflik dan kekerasan.
Hal tersebut menunjukkan ancaman bagi Pancasila bukan hanya dari ideologi lain yang ingin menggantikannya, tetapi juga dari perilaku dan sikap masyarakat yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila sehingga mengikis semangat gotong royong, keadilan sosial, kepedulian terhadap sesama yang memicu sikap apatis.
Perilaku-perilaku tidak pantas tersebut dapat dengan mudah tersebar karena kekuatan media sosial, artinya ranah digital menjadi ujian untuk Pancasila saat ini. Derasnya informasi digital yang penuh hoaks, ujaran kebencian, dan polarisasi politik memengaruhi generasi muda sehingga menjauh dari nilai luhur Pancasila, dan dapat menggerus persatuan.
Mengantisipasi hal tersebut, Kementerian Komunikasi dan Digital melalui pendidikan dan kampanye publik memprioritaskan literasi digital, agar masyarakat terutama generasi Z dan Alfa, kritis dalam menilai dan memverifikasi informasi. Sebagai generasi yang lahir dan tumbuh bersama teknologi, mereka kreatif, cerdas digital, dan selalu update terhadap isu-isu sosial, sehingga literasi digital menjadi media tepat untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila.
Mendukung hal tersebut, peran orang tua menjadi sangat krusial sebagai pendamping dalam membangun budaya digital sehat di rumah. Daripada sekadar memberi larangan, sebaiknya mengajak diskusi, menyusun aturan gawai bersama, dan menjadi teladan aktif melalui tindakan nyata atau mendukung kampanye sosial melalui media digital.
Pada akhirnya, Hari Kesaktian Pancasila bukan hanya momen untuk mengenang sejarah kelam. Lebih dari itu, hari ini menjadi waktu yang tepat untuk merefleksikan pentingnya penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila adalah warisan hidup yang tetap relevan sepanjang masa, karenanya harus terus kita jaga dan interpretasi ulang agar sesuai dengan konteks zaman. Dengan menanamkan nilai-nilai ini melalui teladan dan literasi digital, kita memastikan bahwa Pancasila akan terus sakti, tidak hanya sebagai ideologi negara, tetapi juga sebagai pedoman hidup bagi Generasi Z dan Alfa dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Penulis: Yanti Damayanti
Editor: Astrid Prahitaningtyas
Artikel terkait: