Growth Mindset: Kunci Belajar Sepanjang Hayat

growth mindset

Pendidik dan siswa perlu growth mindset untuk terus tumbuh di dunia yang berubah cepat, karena teknologi hanyalah alat, bukan tujuan utama belajar.

Kita hidup di era teknologi yang berubah lebih cepat dari kemampuan kita mengikutinya. Di tengah derasnya inovasi pendidikan, sering terlupa satu hal paling mendasar: pola pikir untuk terus bertumbuh/berkembang (growth mindset).

Teknologi hanyalah alat, yang akan menjadi tak bermakna tanpa kemauan belajar dan bertumbuh/berkembang. Karenanya, growth mindset menjadi bekal utama pendidik dan siswa di abad ke-21.

Pembelajaran Tidak Berhenti di Sekolah

Menurut UNESCO, pembelajaran sepanjang hayat (lifelong learning) adalah upaya berkelanjutan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan. Konsep lifelong learning menegaskan bahwa belajar tak berhenti setelah lulus sekolah, melainkan terus berlangsung untuk meningkatkan adaptasi, pertumbuhan, dan pengembangan karier di dunia yang terus berubah.

Masih menurut UNESCO, berikut pentingnya lifelong learning:

  • Meningkatkan daya saing melalui pelatihan dan peningkatan keterampilan.
  • Membantu individu menghadapi revolusi zaman.
  • Mendukung kesehatan dan kesejahteraan di berbagai komunitas.

Kompas Pembelajaran: Teknologi Bukan Jawaban Utama

Sumber: OECD Future of Education and Skills 2030

Menurut OECD Future of Education and Skills 2030, layaknya kompas bagi pelancong, OECD Learning Compass 2030 menuntun siswa mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai untuk menghadapi perubahan serta membentuk masa depan yang diinginkan. OECD Learning Compass 2030 terdiri dari tujuh unsur:

  1. Fondasi inti mencakup keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai dasar yang menjadi landasan pembelajaran lanjutan, membantu siswa mandiri, mengembangkan kompetensi transformatif, dan berperan sebagai anggota masyarakat yang sehat dan bertanggung jawab.
  2. Kompetensi transformatif memberdayakan siswa menghadapi tantangan abad ke-21 dan berperan membangun dunia yang sejahtera dan berkelanjutan melalui tiga kemampuan utama: mencipta nilai baru, menyelesaikan dilema, dan mengambil tanggung jawab.
  3. Otonomi siswa adalah keyakinan bahwa mereka mampu mempengaruhi hidup dan dunia secara positif melalui tujuan, refleksi, dan tindakan bertanggung jawab. Dengan motivasi, harapan, dan growth mindset, siswa membangun identitas, rasa memiliki, dan kesejahteraan. Dalam konteks sosial, mereka juga mengembangkan otonomi bersama melalui hubungan saling mendukung dengan teman, pendidik, dan komunitas dalam ekosistem belajar yang luas.
  4. Pengetahuan mencakup konsep teoretis dan pemahaman praktis dari pengalaman, yang terdiri atas empat jenis: disiplin, interdisiplin, epistemik, dan prosedural.
  5. Keterampilan adalah kemampuan menggunakan pengetahuan secara bertanggung jawab untuk mencapai tujuan, mencakup tiga jenis: kognitif dan metakognitif, sosial dan emosional, serta praktis dan fisik.
  6. Sikap dan nilai adalah prinsip yang membentuk pilihan dan tindakan untuk kesejahteraan individu, masyarakat, dan lingkungan, serta menumbuhkan nilai kewarganegaraan guna membangun masyarakat yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.
  7. Siklus Antisipasi-Aksi-Refleksi (AAR) adalah proses belajar berkelanjutan di mana peserta didik mempertimbangkan dampak tindakan (antisipasi), bertindak menuju kesejahteraan (aksi), lalu mengevaluasi untuk memperbaiki pemikiran dan tindakan selanjutnya (refleksi).

Dari ketujuh unsur pembelajaran, kemampuan terpenting masa depan adalah kesadaran dan tanggung jawab mengarahkan pembelajaran sendiri, yang berakar pada mindset, bukan perangkat/teknologi.

Teknologi memang membantu kita belajar, tetapi mindset menentukan bagaimana kita menggunakan teknologi tersebut: apakah untuk memperdalam pemahaman, atau sekadar mengikuti tren.

Growth Mindset: Fondasi Pembelajaran Sepanjang Hayat

Psikolog Carol S. Dweck, dalam bukunya yang berjudul Mindset: The New Psychology of Success, memperkenalkan istilah growth mindset, keyakinan bahwa kemampuan dapat dikembangkan melalui usaha dan belajar dari kesalahan, berbeda dengan fixed mindset yang menganggap kemampuan bersifat tetap.

Dalam konteks pendidikan, siswa dengan growth mindset lebih berani mencoba hal baru, tidak takut gagal, dan lebih gigih menghadapi tantangan. Pendidik dengan mindset serupa akan terus mencari cara-cara kreatif untuk mengajar, terbuka terhadap inovasi, dan mau belajar dari murid-muridnya sendiri.

“Dalam dunia yang berubah dengan cepat, kemampuan untuk terus belajar jauh lebih penting daripada kemampuan yang sudah kita miliki.” – Carol S. Dweck.

Menumbuhkan Growth Mindset di Sekolah

Untuk menumbuhkan growth mindset, pendidik perlu menanamkan bahwa kecerdasan dapat berkembang lewat usaha dan ketekunan, mendorong siswa melihat tantangan dan kesalahan sebagai peluang belajar, memuji proses, serta mencontohkan pola pikir berkembang dengan semangat “the power of yet.”

Berikut adalah beberapa praktik yang dapat kita terapkan di kelas untuk menumbuhkan sikap growth mindset pada siswa, sehingga dapat meningkatkan proses belajar dan ketahanan akademik mereka:

  • Buat lembar informasi growth mindset berisi definisi, temuan utama, dan manfaatnya, agar siswa mengenali fixed mindset dan belajar mengubahnya melalui latihan.
  • Tekankan bahwa kemampuan dapat dikembangkan, dengan pesan seperti “Kita semua bisa belajar matematika” atau “Menulis yang baik hasil latihan, bukan bawaan.”
  • Jadilah teladan growth mindset dengan berbagi pengalaman menghadapi tantangan dan menunjukkan bahwa keahlian lahir dari latihan. Jika tidak tahu jawaban, akui lalu cari tahu, dan bahas hasilnya bersama siswa di pertemuan berikutnya.
  • Ajukan pertanyaan terbuka yang autentik agar siswa fokus pada proses berpikir, bukan sekadar mencari jawaban benar.
  • Berikan pujian atas ketekunan siswa dan tekankan pada proses pembelajaran, bukan pada nilai akhir.
  • Dorong growth mindset lewat penilaian dengan memberi ruang refleksi dan perbaikan, seperti revisi tugas atau ujian, umpan balik berkelanjutan, serta strategi fleksibel yang menilai proses belajar dan pertumbuhan siswa.
  • Integrasikan strategi belajar dengan materi, susun pembelajaran yang membantu siswa menyerap informasi, seperti menulis pertanyaan dan berdiskusi setelah ujian atau tugas sulit.

Dengan growth mindset, pendidik dan siswa bukan hanya mengikuti perubahan, tetapi juga menjadi agen perubahan itu sendiri.

Teknologi Bisa Usang, Mindset Tidak

Menurut The Future of Jobs Report 2025 (hlm. 35), dari 26 keterampilan utama yang diidentifikasi, lima keterampilan teratas yang paling dibutuhkan adalah sebagai berikut:

  1. Analytical thinking (berpikir analitis)
  2. Resilience, flexibility, and agility (ketangguhan, fleksibilitas, dan kesigapan)
  3. Leadership and social influence (kepemimpinan dan pengaruh sosial)
  4. Creative thinking (berpikir kreatif)
  5. Motivation and self-awareness (motivasi dan kesadaran diri)

Sementara itu, literasi teknologi justru menempati peringkat keenam. Jadi, lima keterampilan inti di atas merupakan kompetensi utama yang dibutuhkan untuk membentuk tenaga kerja masa depan yang unggul. Karena itu, sekolah perlu menjadi ruang yang menumbuhkan rasa ingin tahu dan kemampuan beradaptasi.

Teknologi akan terus berganti. Aplikasi yang populer hari ini bisa hilang tahun depan. Tetapi pola pikir untuk belajar, tumbuh, dan beradaptasi akan selalu relevan.

Ketika pendidik dan siswa sama-sama memiliki growth mindset, sekolah akan menjadi ruang hidup yang dinamis, yaitu tempat di mana belajar bukan kewajiban, melainkan perjalanan tanpa akhir menuju pemahaman, makna, dan kemanusiaan.

Penulis: Astrid Prahitaningtyas

Artikel terkait:

Share :

Related articles