Hari Bumi: Jalan Panjang Transisi Energi di Indonesia

Hari Bumi yang kita peringati setiap tanggal 22 April merupakan seruan untuk menyadari krisis planet yang kita huni. Bagi Indonesia, ini merupakan pengingat sekaligus ajakan untuk tidak tergantung pada energi fosil dan bergerak menuju masa depan yang lebih berkelanjutan..

Hari Bumi 2025 mengusung tema “Our Power, Our Planet”, yang  menyerukan kepada semua orang untuk bersatu dalam energi terbarukan agar kita dapat melipatgandakan listrik bersih pada tahun 2030.

Bagaimana dengan Indonesia?

Kita masih berada di titik krusial dalam transisi energi global. Meski kaya sumber daya alam dan berpotensi besar dalam energi terbarukan, Indonesia masih bergantung pada energi fosil. Indonesia Energy Transition Outlook 2025 yang dirilis oleh Institute for Essential Service Reform (IESR) melaporkan bahwa pada tahun 2023, bahan bakar fosil masih terus mendominasi sebagai sumber energi primer di Indonesia. Batu bara menyumbang 40% pasokan energi, minyak bumi 30%, dan gas alam 17%. Sementara itu, bauran energi terbarukan dalam pasokan primer baru mencapai sebesar 13%— jauh di bawah target 23% yang ditetapkan pada tahun 2025.

Padahal, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah, tetapi belum dimaksimalkan. Contohnya, potensi energi surya yang melimpah di Indonesia, mencapai 3.295 GW. Namun, hingga saat ini, kita baru memanfaatkan sekitar 270 MW.

Apa yang menghambat transisi energi ini?

Pengembangan energi terbarukan terhambat oleh dominasi batu bara yang masih menjadi preferensi sumber energi dan regulasi ketat sektor kelistrikan oleh PLN. Tantangan utamanya adalah pembiayaan, yang membutuhkan investasi lokal dan asing serta dukungan dari pasar keuangan hijau. Untuk mendorong transisi energi, diperlukan reformasi regulasi, tata kelola, dan kelembagaan, termasuk penyederhanaan perizinan, koordinasi pusat-daerah, serta pengadaan energi yang konsisten. Kemitraan pemerintah-swasta juga penting untuk mendukung inovasi dan infrastruktur energi bersih.

Pemerintah menargetkan Net Zero Emission (NZE) pada 2060 dengan pembangunan ramah lingkungan dan peningkatan kapasitas listrik nasional hingga 100 gigawatt dalam 15 tahun, 75% di antaranya dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Untuk mendukungnya, akan dibangun jaringan transmisi energi bersih sepanjang 70.000 km hingga 2040, guna menyalurkan energi ke wilayah padat penduduk secara efisien melalui teknologi smart transmission line.

Memang, masih panjang jalan yang harus ditempuh Indonesia untuk menuju bauran energi terbarukan sesuai target. Sebagai bagian dari Indonesia, kita harus turut serta untuk mewujudkan target ambisius Pemerintah tersebut.

Desa Papayan di Tasikmalaya sebagai contoh, telah mengimbau masyarakatnya untuk turut mewujudkan cita-cita Desa Papayan sebagai desa yang mandiri energi. Mereka memulainya dari hal-hal kecil, seperti menggunakan peralatan yang hemat energi, dan terus menggaungkan penggunaan energi terbarukan.

Inisiatif Bali Emisi Nol Bersih 2045, yang bertujuan bertujuan mewujudkan Bali bebas emisi melalui peta jalan ilmiah dan strategi berbasis nilai lokal. Koalisi Bali Emisi Nol Bersih mendorong solusi lokal rendah karbon di sektor pariwisata dengan teknologi inovatif dan pendanaan berkelanjutan, menjadikan Bali contoh transisi adil menuju emisi nol di tingkat sub-nasional.

Desa Baregbeg di Ciamis yang memanfaatkan tenaga angin untuk mengairi persawahan juga merupakan contoh yang luar biasa. Dalam satu jam, air dari kincir angin itu bisa mengairi sawah seluas 700 meter persegi. Hal ini menjadi cara mereka beradaptasi saat kemarau panjang.

Patriot Energi yang sejak 2015 mengirim sarjana ke desa-desa untuk mengedukasi dan memberdayakan masyarakat terkait energi terbarukan. Bersifat “dari kami untuk kami,” program ini mendorong transfer pengetahuan agar semangat pengembangan energi terbarukan tersebar merata hingga ke pelosok negeri.

Kita juga dapat melakukan hal-hal sederhana untuk mendukung transisi energi ini. Mulai dari menghemat listrik, saat ini sudah banyak tersedia alat-alat rumah tangga seperti kulkas, mesin cuci, dan AC yang dilengkapi dengan teknologi hemat energi dan lebih efisien.

Jika mampu, kita bisa mulai menggunakan mobil dan/atau motor listrik, yang tarif pengisian dayanya hampir 25% lebih murah dibandingkan BBM. Juga ada pemanas air dengan tenaga surya, yang memang membutuhkan investasi cukup mahal untuk membeli dan instalasi. Namun biaya operasional pemanas air tenaga surya jauh lebih murah dibandingkan dengan pemanas air bertenaga listrik atau gas.

Bumi ini milik kita bersama, dan sudah menjadi kewajiban kita juga untuk terus menjaga kelestariannya. Mari kita bersama-sama bergerak dalam transisi energi di Indonesia dan dunia, untuk menuju Bumi yang lebih bersih dan bersahabat.

Penulis: Astrid Prahitaningtyas

Artikel terkait:

Share :

Related articles