Wacana pembelajaran tatap muka 100% di sekolah telah digaungkan, ini menghadirkan pro dan kontra dari berbagai kalangan. Orang tua tidak lagi diberi pilihan untuk memutuskan anak akan sekolah secara online atau offline. Semua anak diwajibkan masuk sekolah, jika tidak hadir dianggap absen. Bagaimana orang tua harus menyikapi kondisi ini?
Pembelajaran tatap muka (PTM) 100% sudah diterapkan di beberapa daerah termasuk Jakarta sejak Senin (3/1/2022). Pelaksanaan PTM 100% ini mengacu pada SKB 4 Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Pembelajaran di Masa Pandemi Tahun Ajaran 2022. PTM terbatas ini dimulai pada semester genap tahun ajaran dan tahun akademik 2021/2022 untuk seluruh satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Alasan diwajibkannya PTM terbatas ini adalah karena menurut Kemendikbud Ristek situasi pandemi sudah mulai terkendali. Menurut SKB tersebut, penyelenggaraan sekolah tatap muka diterapkan berdasarkan level PPKM di daerahnya. Sekolah yang memenuhi berbagai ketentuan tertentu, dapat menyelenggarakan PTM 100%.
Walaupun kebijakan ini banyak disambut gembira oleh orangtua dan siswa, namun banyak juga yang menyayangkan keputusan beberapa sekolah yang terlalu cepat membuat kebijakan PTM 100% di tengah ancaman virus varian baru, yaitu Omicron.
Kekuatiran orang tua akan ketentuan sekolah yang telah melaksanakan PTM 100% di tengah pandemi bisa dipahami karena setelah sekian lama mengalami ancaman covid, sikap protektif masih menghinggapi banyak orangtua. Para orangtua melihat tidak ada yang bisa menjamin bahwa sekolah bisa menjaga siswanya untuk tidak berkerumun atau melakukan kontak fisik dengan temannya. Tidak adanya jaminan bahwa pelaksanaan protokol kesehatan sebelum, selama dan sesudah pembelajaran di sekolah dapat dilakukan dengan baik, menyebabkan potensi anak terpapar dan tertular Virus Corona akan semakin besar.
Kekuatiran ini timbul terutama bagi mereka yang pernah terkena dampak pandemi dan pernah terpapar virus. Terdapat semacam trauma yang susah dihilangkan sehingga memunculkan ketakutan nanti jika anak sakit atau salah satu anggota keluarga sakit, maka yang mengalami kesulitan dan kerepotan adalah keluarga, bukan guru atau sekolah.
Bagaimana orangtua harus menyikapi keputusan sekolah yang telah menerapkan PTM 100% ini?
1. Perbaiki Mindset Orangtua.
Orangtua perlu secara perlahan-lahan mengembalikan mindset untuk mengurangi ketakutan dan meningkatkan keberanian untuk melepas anak-anak untuk belajar di sekolah, mengingat kenyataan bahwa saat ini anak-anak sudah bisa melakukan PTM bahkan secara penuh.
2. Hargai Pendapat Anak
Hindari untuk memaksakan kehendak orangtua pada anak dan biarkan mereka memilih keputusannya, apakah akan mengikuti PTM atau melakukan pembelajaran jarak jauh. Kemudian, orangtua bisa menjelaskan pada anak mengenai keadaan yang terjadi saat ini dan konsekuensi yang timbul dari keputusan anak, seperti akan dianggap tidak hadir/absen di sekolah yang menimbulkan nilai rapor akan tidak baik, atau tetap ke sekolah dengan mengikuti protokol kesehatan yang ketat.
3. Jaga Kesehatan dan Perkuat Daya Tahan Tubuh Anak
Kondisi kesehatan anak-anak perlu dijaga dengan memberikan makanan yang bergizi dan seimbang, berolahraga secara teratur dan istirahat yang cukup. Orangtua juga perlu secara aktif melindungi anak dengan memberikan imunisasi dan vaksinasi agar kekebalan tubuh anak meningkat.
Salah satu tindakan preventif yang bisa orangtua lakukan adalah rutin melakukan pemeriksaan kesehatan anak berkala, misalnya memeriksa suhu badan anak pada pagi hari sebelum berangkat sekolah.
4. Edukasi Protokol Kesehatan Tanpa Henti kepada Anak
Orangtua harus terus mengingatkan anaknya untuk tetap menjaga protokol kesehatan dengan bahasa yang sederhana, misalnya untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas, menjaga jarak dengan teman saat belajar dan bermain, senantiasa mencuci tangan sebelum dan sesudah beraktivitas serta selalu mengenakan masker pada saat di luar rumah dan pada saat berkumpul bersama teman. Saat menyampaikan hal semacam ini pada anak-anak yang lebih muda, perlu diterapkan bahasa yang lebih sederhana dibandingkan pada yang lebih tua.
Orangtua perlu menyampaikan agar anak-anaknya pelan-pelan kembali ke ritme sebelum pandemi dimana anak boleh bermain bersama teman-teman, tetapi dibatasi dengan protokol kesehatan. Hal ini mengingat bahwa anak bisa saja sesekali lupa melakukan protokol kesehatan. Namun ketika orangtua terus mengingatkan secara konsisten, maka anak kecil pun akan memahami.
5. Perhatikan Kesehatan Mental Anak
Anak yang sudah terbiasa dengan rutinitas PJJ selama pandemi akan mendapatkan tantangan baru. Orangtua perlu memperhatikan kondisi kesehatan mental anak dalam beradaptasi, dari rutinitasnya yang semula melakukan sekolah daring dan kini menjadi tatap muka.
“Sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak yang taat protokol kesehatan dan sekolah adalah tempat bagi anak untuk mempelajari kebiasaan baru”. Kalimat yang disampaikan oleh Elina Ciptadi (co-founder kawalCOVID19) dalam webinar REFO bertajuk Sekolah Siap Protokol Fisik COVID-19 mengingatkan kita semua bagaimana kita sebagai orangtua agar dapat membimbing anak dalam menyikapi PTM yang aman dan mencegah penularan COVID-19. Sebagai orangtua kita perlu menyadari bahwa tanggung jawab terbesar dalam keselamatan, kesehatan dan pendidikan anak berada ditangan kita masing-masing, agar kita sebagai orangtua dapat melepas anak belajar di sekolah dengan aman.
Penulis: Dyahni Ardrawersthi
Artikel Terkait :
- Mempersiapkan Anak Kembali ke Sekolah Era Pandemi
- Infrastruktur Apa yang Perlu Disiapkan Sekolah New Normal?
- Satgas Kesehatan di Sekolah, Untuk Apa?
Webinar Terkait :