Menuju Indonesia Emas 2045, pendidikan berperan mencetak pemimpin berintegritas dan generasi berkarakter, melek digital, serta siap menghadapi tantangan global.
Tahun 2045 menjadi tonggak penting bagi Indonesia yang genap berusia seratus tahun. Saat itu, bangsa ini diharapkan sejajar dengan negara maju, dengan masyarakat sejahtera dan berdaya saing global. Namun, kemajuan sejati tidak hanya bergantung pada teknologi atau ekonomi, melainkan pada karakter generasi yang memimpinnya. Karena itu, visi Indonesia Emas 2045 menempatkan pembangunan sumber daya manusia sebagai pilar utama untuk mewujudkan daya saing bangsa di tingkat dunia.
Pendidikan memegang peran penting dalam membentuk masa depan bangsa. Lebih dari sekadar transfer ilmu, pendidikan membentuk cara berpikir, bersikap, dan bertindak. Semangat ini sejalan dengan pesan Hari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diperingati setiap 24 Oktober. Meski tahun 2025 tidak memiliki tema khusus, peringatannya menyoroti konsep “Education Shapes the Future” yang menegaskan bahwa masa depan ditentukan oleh bagaimana kita mendidik generasi hari ini.
Mari kita menggali bagaimana visi pendidikan bisa dirancang agar pada 2045 terlahir pemimpin yang berpijak pada nilai (value), bukan sekadar nilai (grade).
Integritas
Visi Indonesia 2045 (Indonesia Emas) mengusung harapan kemakmuran, kesejahteraan, dan kemajuan. Di balik itu, tata kelola bangsa mesti dijalankan oleh figur yang berintegritas.
Integritas adalah fondasi karakter yang mencakup kejujuran, keadilan, rasa hormat, dan keteguhan moral. Nilai ini perlu ditanamkan sejak dini, dengan sekolah sebagai ruang bagi siswa untuk bertindak, belajar dari kesalahan, dan mengasah kepekaan etika.
Misalnya, saat siswa ketahuan mencontek, pendidik sebaiknya tidak hanya menghukum, tetapi membuka dialog, menjelaskan konsekuensi, dan memberi kesempatan memperbaiki diri. Pendekatan ini menegaskan bahwa pendidikan adalah proses pembentukan karakter, bukan sekadar pencapaian akademis.
Kepemimpinan
Pemimpin besar tumbuh dari pengalaman sejak dini. Karena itu, menanamkan karakter kepemimpinan pada anak menjadi bekal penting untuk menghadapi tantangan masa depan. Kepemimpinan bukan hanya untuk pemimpin, tetapi keterampilan penting bagi setiap individu. Dengan menumbuhkan karakter kepemimpinan sejak dini, anak mendapat kesempatan belajar memimpin dalam lingkungan yang aman dan terarah.
Berikut beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mengembangkan sikap kepemimpinan pada anak-anak, antara lain:
- Mendorong pengambilan keputusan. Membiasakan anak mengambil keputusan sendiri melatih berpikir kritis dan memahami konsekuensi, sekaligus menanamkan dasar keterampilan kepemimpinan sejak dini.
- Mengajarkan tanggung jawab. Pemimpin yang baik lahir dari rasa tanggung jawab. Karena itu, anak perlu dibiasakan memikul tanggung jawab sejak dini melalui tugas sederhana seperti merapikan mainan atau membantu di rumah.
- Melatih kemampuan berkolaborasi. Kepemimpinan tak hanya soal berbicara di depan umum, tapi juga kemampuan bekerja sama. Anak perlu dilatih berkolaborasi, saling membantu, mengemukakan pendapat dengan baik, serta menghargai dan mendengarkan orang lain dengan empati.
- Melatih empati. Pemimpin yang baik peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain. Menanamkan empati sejak dini membantu anak memahami perspektif berbeda dan merespons dengan bijak, keterampilan penting dalam kepemimpinan dan kehidupan sosial.
Digitalisasi dan Etika
Konsep Education 5.0 bisa menjadi jembatan, di mana teknologi tidak memimpin proses, melainkan alat yang menguatkan sentralitas manusia dalam pendidikan, di mana kecerdasan emosi, kreativitas, dan nilai (value) haruslah prioritas.
Berikut beberapa fakta dari institusi global yang menyoroti digitalisasi pendidikan dan aspek etikanya:
- OECD dalam Trends Shaping Education 2025 menegaskan bahwa teknologi, termasuk AI, telah menyatu dalam kehidupan dan mengubah cara kita bekerja, belajar, dan berkomunikasi. Karena itu, pendidikan perlu membekali pelajar dengan keterampilan adaptif, ketahanan, tanggung jawab digital, serta kompetensi kompleks seperti literasi media dan berpikir kritis.
- UNESCO dalam Global Education Monitoring (GEM) Report juga menyoroti bagaimana teknologi bisa memperlebar kesenjangan jika tidak dikelola dengan kebijakan inklusif dan penggunaan yang berpihak pada siswa.
- World Bank dalam World Development Report 2025 menyatakan bahwa pendidikan adalah bagian dari upaya untuk mencapai masyarakat yang lebih baik. Tantangan utamanya adalah kurangnya sistem yang terstandardisasi untuk memantau hasil pembelajaran. Terkait aspek etika dan tata kelola digital dalam pendidikan, laporan ini membahas pentingnya standar untuk memastikan kualitas data, meningkatkan interoperabilitas, dan perlindungan privasi.
Dari Data ke Realita: Menyadari Tantangan, Menemukan Harapan
Data World Bank Human Capital Indicators 2024 menunjukkan dua sisi Indonesia: satu penuh potensi, satu masih berjuang. Generasi muda kini lebih terdidik dan literasi meningkat, namun banyak yang belum menemukan arah karena pendidikan terhenti, peluang kerja terbatas, dan sistem yang belum inklusif bagi perempuan serta kelompok rentan.
Kesenjangan ini akan menentukan apakah visi Indonesia 2045 menjadi kenyataan atau sekadar retorika, karena pembangunan manusia tidak diukur dari angka, melainkan dari kemampuan bangsa menumbuhkan martabat warganya. Di balik data tersimpan kisah nyata: 21% remaja NEET mencerminkan generasi yang kehilangan arah, sementara partisipasi perempuan 57% menandakan peluang yang masih tertutup oleh norma sosial dan struktur kerja yang belum ramah.
Meski begitu, ada alasan kuat untuk optimis. Ketika sekolah mulai menanamkan nilai, guru diberi ruang berinovasi, dan komunitas bersama sektor swasta bergandengan tangan, kita sedang menulis ulang arah masa depan pendidikan Indonesia.
Menyemai Harapan, Menuai Kepemimpinan Berakar Nilai
Indonesia memiliki potensi besar, tetapi masih berhadapan dengan kesenjangan antara kualitas dan akses, juga antara kebijakan dan pelaksanaan. Tantangan ini bukan alasan untuk pesimis, melainkan peta jalan menuju perbaikan.
Membentuk pemimpin berintegritas di 2045 adalah investasi moral, sosial, dan ekonomi yang dimulai dari ruang-ruang kelas hari ini. Di sanalah pendidikan menjadi jembatan antara data dan dampak, angka dan nurani, kebijakan dan kemanusiaan.
Generasi 2045 bukan sekadar target pembangunan, melainkan harapan akan lahirnya pemimpin bijaksana dan berintegritas. Jika hari ini kita menanam karakter bersama pengetahuan, kelak kita akan memanen pemimpin yang mampu mengelola negara sekaligus menegakkan nilai kemanusiaan.
Mari bergerak bersama lewat jalur pendidikan, agar mimpi tentang 2045 terwujud melalui hati, etika, dan kerja nyata.
Penulis: Dania Ciptadi
Editor: Astrid Prahitaningtyas
Artikel terkait:
