Semangat Muda-mudi untuk Indonesia Jaya

pemuda indonesia

Setiap tanggal 12 Agustus, kita merayakan Hari Pemuda Internasional untuk mendukung peran generasi muda dalam membangun masa depan dunia. Bagaimana dengan muda-mudi Indonesia?

Statistik Pemuda Indonesia 2024 melaporkan jumlah pemuda, yaitu kelompok usia 16-30 tahun, di Indonesia mencapai 64,22 juta jiwa—setara dengan 20% dari total jumlah penduduk Indonesia. Ini merupakan “amunisi” besar untuk mendorong negeri ini mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals – SDGs) 2030.

Pemuda ditantang untuk  berkontribusi melalui adaptasi target-target SDGs ke dalam konteks dan komunitas lokal yang memiliki tantangan uniknya tersendiri. SDGs  adalah tujuh belas tujuan global yang disepakati oleh negara-negara anggota PBB untuk dicapai pada tahun 2030. Tujuan ini mencakup berbagai aspek pembangunan berkelanjutan, seperti menghapus kemiskinan, mengurangi kesenjangan, menjaga lingkungan, memastikan pendidikan berkualitas, serta mendorong perdamaian dan kemitraan global. SDGs bertujuan menciptakan dunia yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan bagi semua.

Namun, setiap negara—bahkan provinsi, kota/kabupaten, dan desa—memiliki tantangannya masing-masing. Oleh karena itu, solusi untuk setiap sektor tujuan pun perlu disesuaikan. Pedesaan dan pelosok mungkin menghadapi masalah besar dalam pendidikan bermutu dan pekerjaan yang layak. Sedangkan area perkotaan mungkin perlu lebih fokus pada mengurangi kesenjangan ekonomi, menjaga ekosistem, dan membangun kota yang berkelanjutan.

Di sinilah generasi muda dapat turut berpartisipasi dalam mewujudkan SDGs, sesuai dengan konteks daerah masing-masing. Muda-mudi yang memahami lingkungan dan daerahnya dapat dengan baik memberikan ide hingga menjadi agen perubahan yang aktif mendorong, menginspirasi, dan memobilisasi masyarakat ke arah yang lebih baik. Ada banyak contoh gerakan muda-mudi dalam hal ini.

Desa Bhuana Jaya, Kabupaten Kutai Kartanegara, misalnya. Karang taruna memegang peran penting dalam pengentasan kemiskinan (SDG 1), dengan menjalankan berbagai program, seperti pendidikan gratis untuk anak-anak miskin, pelatihan keterampilan untuk meningkatkan penghasilan, pemberdayaan ekonomi melalui koperasi pemuda, dan bahkan program bantuan langsung, seperti pembagian sembako, pakaian layak pakai, atau peralatan sekolah.

Pandarawa, komunitas muda-mudi yang termotivasi oleh komitmen bersama untuk pengelolaan lingkungan yang bertanggung jawab. Anak-anak muda ini secara rutin melakukan aksi nyata pembersihan sungai. Ada juga Child Campaigner Save the Children, sekelompok anak muda yang mendorong berlangsungnya festival menjaga kebersihan sungai di Jawa Timur. Ini adalah bentuk kepedulian muda-mudi untuk mewujudkan keseimbangan ekosistem air (SDG 14).

Untuk sektor pendidikan (SDG 4), Indonesia juga memiliki muda-mudi yang bersemangat untuk membangun negaranya ke arah yang lebih baik. Indonesia Mengajar mengajak sarjana-sarjana muda Indonesia untuk mengajar di daerah-daerah pelosok selama setahun, dengan harapan dapat mengurangi ketimpangan (SDG 10) kualitas pendidikan antara kota besar dan daerah pelosok.

Sejumlah anak muda di Desa Baregbeg di Ciamis memanfaatkan tenaga angin untuk mengairi persawahan juga merupakan contoh yang luar biasa. Dalam satu jam, air dari kincir angin itu bisa mengairi sawah seluas 700 meter persegi. Hal ini menjadi cara mereka beradaptasi saat kemarau panjang. Ini merupakan peran nyata pemuda untuk mewujudkan SDG 7.

Tentu masih banyak contoh-contoh peran nyata lainnya. Ini perlu kita apresiasi dan kembangkan, sehingga anak-anak muda ini terus bersemangat menjadi agen perubahan demi kemajuan bangsa.

Generasi muda usia 16-30 adalah mereka yang melek teknologi. Mereka memahami cara kerja berbagai platform digital, dan beberapa bahkan memiliki kemampuan pemrograman. Amunisi ini dahsyat dalam mengintegrasikan teknologi modern untuk kesejahteraan masyarakat lokal. Misalnya, membuat aplikasi untuk memonitor kesehatan ibu hamil sehingga dapat menurunkan risiko kematian, mengedukasi dan mengenalkan teknologi modern untuk meningkatkan efisiensi pertanian, mendorong pengadaan fasilitas memadai bagi guru dan sekolah untuk mempersempit jurang ketimpangan, dan sebagainya. Anak-anak muda juga bisa dengan mudah berpartisipasi melalui media sosial untuk berbagi informasi positif dan edukasi, sehingga mereka dapat menjadi sahabat bagi semua untuk menjaga kedamaian bangsa.

Pemerintah sendiri sudah menuangkan aspirasinya untuk mendukung pengembangan pemuda melalui Deputi bidang Pelayanan Kepemudaan di bawah Kementerian Pemuda dan Olahraga. Lomba Pemuda Pelopor Desa yang digagas Kementerian ini mengajak para pemuda di pedesaan untuk menjadi agen perubahan di bidang kewirausahaan, seni budaya, ekonomi digital, lingkungan, dan sosial di desanya. Program penjurian ini dimulai 4 Agustus 2025 kemarin dan berakhir hari ini, diikuti oleh lebih dari 300 pemuda dari 31 provinsi.

Namun, tentu saja Pemerintah tidak bisa bergerak sendiri. Pemerintah pun memiliki keterbatasan dalam menjangkau semua lini, terutama daerah pedesaan. Karena itulah, muda-mudi Indonesia perlu turun tangan membangun negeri. Tidak hanya karena mereka melek teknologi, tetapi juga karena mereka biasanya memiliki pandangan serta paparan yang lebih luas karena hidup dan besar di era globalisasi, serta dalam kondisi kesehatan yang terbaik. Dilengkapi dengan kemampuan dan pengetahuan yang mereka dapati dari sekolah maupun pengalaman hidup, maka mereka akan mampu menjangkau berbagai lapisan masyarakat.

Masa depan Indonesia yang berkelanjutan ada di tangan para pemuda. Di Hari Pemuda Internasional ini, REFO mengajak muda-mudi Indonesia untuk menjadi “arsitek” di komunitas masing-masing, yang  tidak hanya memahami kebutuhan masyarakat lokal, namun juga memenuhi tanggung jawab sebagai penduduk global.

Semangat pemudanya, jaya Indonesianya.

Penulis: Dania Ciptadi

Editor: Astrid Prahitaningtyas

Artikel terkait:

Share :

Related articles