Dunia sedang tidak baik-baik saja. Konflik terjadi di mana-mana. Aksi apa yang bisa kita lakukan untuk perdamaian?
“Around the world lives are being ripped apart, childhoods extinguished, and basic human dignity discarded, amidst the cruelty and degradations of war.” — UN Secretary-General António Guterres
Setiap tanggal 21 September kita memperingati Hari Perdamaian Internasional. Tema tahun ini adalah “Act Now for a Peaceful World” yang mengajak seluruh insan untuk menciptakan dunia yang damai, terutama di tengah banyaknya gejolak dan konflik yang terjadi saat ini. Semua bisa beraksi, melalui berbagai cara.
Istilah ‘beraksi’ mungkin terasa aneh disejajarkan dengan kata ‘perdamaian’ karena ‘berdamai’ kadang dimaksudkan untuk menghindari masalah dan konflik—dengan kata lain, tidak beraksi. Namun, untuk mencapai perdamaian yang sesungguhnya, semua perlu melakukan sesuatu.
Beberapa tokoh dunia seperti mendiang Paus Francis dan Perdana Menteri Belgia menyebutkan bahwa perdamaian itu rapuh. Oleh sebab itu, ketika konflik terjadi, perlu aksi nyata untuk mencapai resolusi dan perdamaian. Dan ketika dalam keadaan damai, perlu pula aksi nyata untuk tetap menjaga perdamaian tersebut.
Karena rapuhnya perdamaian, PBB menetapkan Hari Perdamaian Internasional pada tahun 1981 di tengah puncaknya ketegangan Perang Dingin pada masa itu. Walaupun hanya berbentuk hari internasional, tetapi hari peringatan ini berhasil memberikan jejak dampak yang berarti.
Pada Hari Perdamaian Internasional 2008, Presiden Afganistan Hamid Karzai dan PBB menyetujui gencatan senjata yang berujung pada 70% penurunan insiden kekerasan di hari tersebut. Dan pada tahun 2010, pada hari internasional tersebut perdamaian memungkinkan PBB untuk mengimunisasi polio 1,2 juta anak-anak, termasuk yang tinggal di tiga daerah konflik.
Saat konflik tidak menemui titik terang perdamaian, maka harga yang harus dibayarkan sangatlah mahal, di antaranya ekonomi tercekik, kemiskinan melanda, serta pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kesejahteraan sosial tersendat. Dampak buruk ini tidak hanya terjadi pada konflik semasif perang, tetapi juga pada tingkat mikro. Ketika komunitas selalu berseteru karena perbedaan pendapat atau SARA, maka tidak ada waktu dan ruang untuk membangun rasa aman yang menjadi dasar dari pendidikan berkualitas, perputaran roda ekonomi, dan pembangunan kesejahteraan bersama.
Perdamaian bukan hanya sebuah visi, tetapi sebuah panggilan untuk bertindak yang dapat kita jawab dengan mempromosikan pemahaman, rasa hormat, dan keadilan dalam kehidupan sehari-hari kita. Karena itulah, semua perlu turun tangan beraksi untuk perdamaian.
Sekolah berperan penting mengajarkan perdamaian. Pendidik berpeluang besar untuk melatih siswanya menangani perbedaan pendapat, mengenali faktor-faktor pemicu konflik, dan mengusahakan deeskalasi dan penyelesaian masalah. Mengajarkan hal-hal ini tidak harus menunggu konflik terjadi. Baiknya, pupuk secara berkelanjutan melalui pengenalan emosi, pelajaran dampak konflik dan teknik mediasi di kelas-kelas (misalnya, kelas sejarah), dan membangun pemikiran kritis untuk memecahkan masalah.
Orang tua juga memiliki peran krusial untuk menanamkan benih perdamaian pada anak sejak dini. Orang tua harus bisa menjadi panutan anak-anaknya ketika terjadi konflik. Saat orang tua piawai menjaga perdamaian di tengah konflik dan mendiskusikan titik temu dan solusi yang bisa diterima semua pihak, anak-anaknya pun akan mempelajari dan mencoba hal yang sama di kehidupan mereka.
Kita juga bisa bergabung dalam Act Now Campaign bersama PBB dengan melakukan beberapa aksi nyata berikut:
- Speak up for peace – Di dunia yang terpecah, kita perlu bersuara lebih lantang untuk perdamaian dengan memulai percakapan, menumbuhkan saling pengertian, dan menolak kekerasan. Bergabunglah dengan gerakan PBB Peace Begins with Me dan bagikan kisah harapan dengan #PeaceBegins.
- Educate yourself about peace – PBB mendorong perdamaian berkelanjutan melalui pencegahan konflik, mediasi, pemeliharaan perdamaian, pembangunan perdamaian, dan perlucutan senjata. Memahami serta membagikan pengetahuan ini memberdayakan setiap orang untuk membangun masa depan yang lebih damai.
- Say no to violence – Perubahan dimulai dari diri kita. Usahakan menyelesaikan perbedaan dan konflik di rumah, di tempat kerja, dan di komunitas dengan damai melalui dialog dan kasih. Perlakukan orang lain dengan hormat, latih empati, dan dorong saling pengertian.
- Practice understanding and solidarity – Meski berbeda, setiap orang di dunia memiliki mimpi yang sama akan perdamaian dan kesejahteraan, sekaligus menghadapi tantangan global bersama. Ikutlah dalam dialog lokal dan nasional di mana orang dapat berbagi perspektif berbeda meskipun tidak selalu sependapat. Bergabunglah dalam upaya lintas iman untuk perdamaian. Dan dukunglah individu atau organisasi yang memajukan dialog, saling pengertian, dan rekonsiliasi.
- Report bullying and harassment – Tidak seorang pun boleh mengalami perundungan atau pelecehan karena identitasnya. Satu dari tiga siswa usia 13–15 pernah mengalami perundungan. Lindungi diri secara online dengan pengaturan privasi, minta bantuan unit siber kepolisian, dan pelajari cara melapor melalui panduan UNICEF.
- Protest inequality and discrimination – Ketidaksetaraan dan diskriminasi sering menumbuhkan kebencian dan ketidakpercayaan, yang menjadi benih kesalahpahaman dan konflik dalam setiap masyarakat. Jadikanlah rasa hormat terhadap hak orang lain sebagai bagian dari hidup.
- Embrace inclusion and diversity – Renungkan pandangan pribadi kita, pertanyakan stereotipe, dan bergabunglah dengan kelompok beragam untuk saling belajar serta menumbuhkan pengertian.
- Support peace advocates – Para pejuang perdamaian hadir di berbagai bidang, mulai dari aktivis, pemimpin, influencer hingga selebritas. Banyak individu inspiratif yang memperjuangkan hak dan perdamaian di seluruh dunia. Pelajari kisah mereka dan dapatkan inspirasi.
- Follow reliable news sources – Dengan maraknya informasi keliru, asah kemampuan kita untuk dapat membedakan kebenaran dari kebohongan. Periksa sumber, cari bukti, lihat berbagai sudut pandang, dan percayai intuisi—jika sesuatu terasa janggal, selidiki lebih lanjut.
- Post with care on social media – Sebelum menyukai atau membagikan postingan, berhentilah sejenak dan pikirkan dampaknya. Jika sedang marah, tunggu sebelum menulis. Media sosial bisa menyatukan, tetapi juga dapat memecah belah. Awasi kebiasaan kita dan pertimbangkan mendukung organisasi pemeriksa fakta netral, terutama saat peristiwa penting seperti pemilu.
Perdamaian berawal dari kita. Mari kita pupuk, bangun, dan jaga bersama.
Penulis: Dania Ciptadi
Editor: Astrid Prahitaningtyas
Artikel terkait:
