Hari Gerakan Sejuta Pohon yang diperingati setiap tanggal 10 Januari merupakan salah satu upaya melawan perubahan iklim dan deforestasi, yang mengingatkan pentingnya melindungi lingkungan demi masa depan.
Menurut NASA, tahun 2023 merupakan salah satu tahun terpanas dalam satu dekade terakhir. Sementara itu, laporan Badan Energi Internasional menunjukkan bahwa emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan manusia mencapai 37,4 miliar ton pada tahun tersebut, yang merupakan jumlah tertinggi sepanjang sejarah. NASA mencatat bahwa aktivitas manusia menjadi penyebab meningkatnya kandungan karbon dioksida di Bumi, yaitu hingga 50% dalam 270 tahun terakhir. Hal itu berarti jumlah CO2 di atmosfer Bumi mencapai 150% dibandingkan pengukuran pada tahun 1750. Peningkatan ini kebanyakan disebabkan oleh ekstraksi pembakaran bahan bakar fosil (batu bara, minyak, dan gas alam), kebakaran hutan, dan proses alami seperti letusan gunung berapi.
Berdasarkan laporan asesmen keenam Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), selama ini, hutan dan lautan menjadi penyerap karbon terbesar di Bumi. Namun, sistem alami tersebut kini mengalami abrupsi. Sebuah penelitian awal yang dilakukan oleh berbagai periset dari seluruh dunia menemukan bahwa pada 2023, tanah tidak sanggup lagi menyerap CO2. Fakta ini bukan sesuatu yang baru, pada 2020 sebuah artikel yang diterbitkan pada Jurnal Science menyoroti fenomena menurunnya kemampuan pohon dalam menyerap CO2 yang mencapai 86%.
Penurunan kemampuan pohon untuk menyerap CO2 disebabkan karena terjadi perubahan iklim yang meningkatkan suhu rata-rata Bumi. Hal itu diperburuk dengan gencarnya deforestasi yang membuat cadangan hutan di dunia menipis. Saat ini, hanya Lembah Kongo yang menjadi tumpuan dunia untuk menyerap sebagian besar karbon yang ada di atmosfer Bumi, sementara hutan lainnya secara tragis mengalami deforestasi akibat aktivitas manusia atau kebakaran.
Bicara mengenai deforestasi, Indonesia boleh bangga karena berhasil menekan deforestasi sejak 2015. Indonesia berhasil menekan tren penurunan jumlah hutan selama 9 tahun terakhir, jauh lebih unggul dari Brasil yang menaungi Hutan Amazon.
Pada 2022, sebagai negara dengan hutan hujan tropis terbesar ketiga di dunia, Indonesia “hanya” kehilangan 107.000 hektare area hutan. Hal ini terjadi karena pemerintah berhasil menerapkan kebijakan yang lebih ketat mengenai penebangan hutan, melakukan pencegahan kebakaran hutan, dan merehabilitasi lahan gambut dan bakau. Dalam laporan Status Hutan dan Kehutanan Indonesia 2022, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memaparkan bahwa deforestasi di Indonesia terus menurun seiring diperketatnya peraturan mengenai pembukaan lahan untuk industri dan kepentingan lainnya.
Meskipun dunia sedang berkutat dengan isu perubahan iklim dan menurunnya kemampuan pohon menyerap karbon akibat pemanasan global, gerakan menanam pohon tidak seharusnya berhenti. Sebagai salah satu penyerap karbon paling efektif, hutan tetap harus dipertahankan, sambil terus dilakukan berbagai langkah kuratif untuk menurunkan jumlah karbon yang ada di atmosfer. Harapannya, dengan dilakukannya restorasi hutan dan makin banyak pohon baru yang ditanam, perlahan iklim Bumi dapat berangsur normal. Pada 2024, KLHK melakukan penanaman 2.000 pohon di 38 provinsi. Sementara itu, Pemprov DKI Jakarta melakukan penanaman pohon dengan target sedikitnya 6.000.000 pohon pelindung dan hias sepanjang tahun 2025.
Lalu, sebagai individu, apa yang bisa kita lakukan?
Mengutip situs web resmi LindungiHutan, berikut beberapa hal sederhana yang dapat kita lakukan untuk menekan jumlah karbon dan mendukung pelestarian lingkungan.
- Berpartisipasi dalam penanaman pohon. Bergabung ke dalam program lokal atau global untuk menanam pohon. Spesies seperti trembesi (Samanea saman), mahoni (Swietenia macrophylla), dan akasia (Acacia mangium) dikenal sangat efektif menyerap karbon.
- Mengurangi emisi karbon. Beralih ke transportasi ramah lingkungan, mengurangi konsumsi energi, dan mendukung penggunaan energi terbarukan adalah langkah nyata yang dapat dilakukan.
- Mengadopsi gaya hidup berkelanjutan. Mengurangi limbah makanan, mendaur ulang, dan menggunakan produk ramah lingkungan merupakan cara sederhana dengan dampak besar.
Di era yang serba canggih ini, berkontribusi dalam pelestarian lingkungan sangatlah mudah. Misalnya, menanam pohon tidak harus dilakukan dengan cara menanam bibit di tanah dengan tangan kita sendiri. Kita dapat melakukannya dengan lebih efisien. Saat ini, banyak program dan kampanye penanaman pohon yang dirilis secara digital sehingga kita dapat melakukannya hanya dengan sekali klik. Misalnya, kampanye Plant Our Planet yang merupakan hasil kerja sama Indonesia dan Kedubes Republik Korea untuk menanam pohon di beberapa wilayah di Indonesia. Ada pula platform crowdplanting LindungiHutan yang sejak 2016 telah menanam lebih dari 805 ribu pohon di berbagai lokasi.
Bahkan, beberapa e-commerce menyelipkan kampanye menanam pohon ke dalam berbagai produk dan layanan mereka sehingga kita dapat menanam pohon sambil beraktivitas. Inovasi ini tentu membuat gerakan penghijauan dilakukan dengan lebih mudah dan dapat menjangkau lebih banyak wilayah dengan harapan menghasilkan dampak yang lebih besar.
Hari Gerakan Sejuta Pohon menjadi momentum yang tepat untuk merenungkan tanggung jawab kita terhadap Bumi. Menanam pohon, baik di halaman rumah maupun melalui platform digital, adalah kontribusi nyata untuk menciptakan masa depan yang lebih hijau. Namun, upaya ini harus diiringi dengan penghentian deforestasi, pengurangan emisi, dan melakukan perlindungan terhadap hutan yang ada.
Mari bersama-sama bergerak menuju dunia yang lebih sehat dan berkelanjutan. Langkah kecil yang kita ambil hari ini tentu akan memberikan dampak besar bagi Bumi di masa depan.
Penulis: Diah Lucky Natalia
Editor: Astrid Prahitaningtyas
Artikel terkait: