Harmoni dengan Alam untuk Indonesia Emas 2045

keanekaragaman hayati

Keanekaragaman hayati menopang kehidupan di Bumi. Bagaimana peran Indonesia sebagai negara megadiverse dalam hal ini?

Setiap 22 Mei, dunia memperingati Hari Keanekaragaman Hayati Internasional sebagai momentum untuk meningkatkan kesadaran dan dukungan terhadap pelestarian keanekaragaman hayati serta pelaksanaan konvensi dan kerangka aksi terkait.

Tema global tahun ini, “Harmony with Nature and Sustainable Development”, menyoroti pentingnya menyatukan Agenda 2030 dan SDGs dengan tujuan Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KMGBF) dalam semangat Pact for the Future yang baru diadopsi.

Keanekaragaman hayati mencakup berbagai makhluk hidup dan ekosistem yang berperan menyediakan sumber daya penting seperti air, pangan, kesehatan, iklim stabil, dan nilai budaya. Melestarikannya berarti menjaga keberlanjutan hidup dan masa depan manusia. Peran ini mendorong para ahli lintas disiplin membentuk IPBES, badan antar pemerintah independen yang menjembatani ilmu pengetahuan dan kebijakan untuk mendukung konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan demi kesejahteraan manusia dan pembangunan jangka panjang.

IPBES menyebutkan satu juta spesies terancam punah, dan tren negatif ini akan terus berlanjut hingga tahun 2050 dan seterusnya. Perubahan ekosistem dan degradasi alam terjadi sangat cepat akibat:

  • Tiga perempat daratan dan 66% wilayah laut telah rusak oleh ulah manusia, tetapi bisa lebih terjaga di wilayah yang dikelola oleh Masyarakat Adat dan Lokal.
  • Lebih dari sepertiga daratan dunia dan hampir 75% air tawar saat ini digunakan untuk produksi tanaman atau ternak.
  • Produksi pertanian, panen kayu mentah, dan ekstraksi sumber daya global meningkat tajam, dengan total 60 miliar ton diekstraksi tiap tahun.
  • Degradasi lahan menurunkan produktivitas 23% daratan, mengancam panen senilai US$577 miliar, dan meningkatkan risiko banjir bagi 100–300 juta orang akibat rusaknya habitat pesisir.
  • 33% stok ikan laut dinyatakan overfishing, 60% dipanen hingga batas maksimal, dan hanya 7% dipanen di bawah kapasitas berkelanjutan.
  • Wilayah perkotaan telah meningkat lebih dari dua kali lipat sejak tahun 1992.
  • Sejak 1980, polusi plastik meningkat sepuluh kali lipat; setiap tahun jutaan ton limbah industri dan pupuk mencemari dibuang ke laut, sehingga menciptakan 400 “zona mati” di lautan.

Dunia melalui PBB mencanangkan Sustainable Development, dan keanekaragaman hayati berperan krusial dalam mewujudkannya, terutama:

  • SGDs 2. Zero Hunger. Keanekaragaman hayati menyediakan beragam sumber pangan, apabila dikelola dengan baik dan benar mewujudkan ketahanan pangan.
  • SGDs 6. Clean Water and Sanitation. Peningkatan penggunaan air dalam kegiatan sosial dan ekonomi dikelola lebih baik, karena keterbatasan planet untuk menyediakan, menyimpan dan menjaga siklus air.
  • SGDs 13. Climate Action. Memastikan ekosistem menjadi penyerap karbon bukan sebagai produsennya dengan melindungi, memulihkan, dan mengelolanya lebih baik.
  • SGDs 14. Life Below Water. Sebagai penyedia oksigen, sumber kehidupan jutaan spesies, dan pengatur iklim. Berdampak juga pada ketahanan pangan.
  • SGDs 15. Life on Land. Melindungi dan memulihkan ekosistem daratan, mengelola hutan secara berkelanjutan, mengatasi penggurunan, menghentikan serta membalikkan degradasi lahan, dan mencegah hilangnya keanekaragaman hayati.

Keanekaragaman hayati tidak tersebar secara merata di Bumi. Hanya 17 negara yang menjadi rumah untuk 60% – 80% kehidupan. Negara-negara inilah yang disebut sebagai negara megadiverse. Menurut Conservation International, Indonesia adalah salah satu dari 17 negara megadiverse tersebut, sehingga memikul tanggung jawab besar dalam pelestarian keanekaragaman hayati yang akan menentukan keadaan Bumi di masa depan.

Indonesia memiliki strategi untuk menjaga alam dalam upaya mencapai visi Indonesia Emas 2045, yang tertuang dalam Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan/IBSAP) 2025-2045. Tujuan utama dalam IBSAP  adalah:

  1. Memperkuat integrasi dan ketahanan ekosistem dalam pengelolaan keanekaragaman hayati, mengurangi risiko kepunahan spesies, dan menjaga keanekaragaman genetik.
  2. Mengoptimalkan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati untuk masyarakat dan generasi yang akan datang.
  3. Memperkuat tata kelola keanekaragaman hayati melalui pengayaan ilmu pengetahuan dan teknologi; peningkatan kapasitas sumber daya manusia; penguatan finansial; penguatan regulasi dan penegakan hukum.

Upaya pengelolaan keanekaragaman hayati telah memberikan banyak pelajaran dan pengalaman, serta implementasi praktik baiknya (IBSAP, hal 24-25), sebagai berikut:

  • Terintegrasinya pengelolaan keanekaragaman hayati dalam perencanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan.
  • Pengelolaan keanekaragaman hayati berperan penting terhadap pencapaian SDGs.
  • Pengelolaan multipihak berbasis lanskap, seperti pada Areal Bernilai Konservasi Tinggi/Areal Preservasi, Koridor Hidupan Liar, dan Taman Kehati.
  • Keterlibatan pemangku kepentingan secara inklusif dalam pengelolaan keanekaragaman hayati.
  • Pengelolaan keanekaragaman hayati berdasarkan kearifan lokal yang sejalan dengan pemanfaatan yang berkelanjutan.

Namun, IBSAP juga mengemukakan tantangan mencapai tujuan tersebut (IBSAP, hal. 33-38), yaitu:

  • Kehilangan Keanekaragaman Hayati.
  • Perubahan Tata Guna Lahan dan Laut.
  • Pemanfaatan Secara Tidak Berkelanjutan (non sustainable).
  • Ketergantungan Masyarakat di Sekitar Kawasan Bernilai Penting Bagi Konservasi Keanekaragaman Hayati.
  • Pencemaran Lingkungan.
  • Jenis Asing Invasif.
  • Perubahan Iklim.
  • Belum Optimalnya Pemanfaatan Potensi Keanekaragaman Hayati.
  • Tata Kelola.

Untuk menjawab tantangan dan mencapai tujuan di atas, IBSAP mengimplementasikan dalam 13 strategi dan 20 target nasional, seperti dalam gambar berikut (IBSAP hal. 72):

IBSAP

Mengatasi krisis keanekaragaman hayati akan membutuhkan kerja sama di semua tingkat masyarakat, mulai dari kesepakatan antar pemerintah hingga aksi masyarakat lokal. Sebagai individu, berikut adalah hal-hal nyata dan sederhana yang dapat kita lakukan:

Komunitas juga dapat menjadi penggerak dalam menjaga kelestarian keanekaragaman hayati. Peran komunitas untuk harmoni dengan alam dalam pembangunan berkelanjutan antara lain:

  • Mengelola sumber daya alam.
  • Pendidikan berbasis lingkungan.
  • Partisipasi dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

Menuju Indonesia Emas 2045 bukan semata soal pertumbuhan ekonomi dan kemajuan teknologi, tetapi juga tentang bagaimana kita membangun masa depan yang berakar pada prinsip keberlanjutan dan harmoni dengan alam—agar kemakmuran yang kita capai tidak mengorbankan bumi tempat kita berpijak.

Penulis: Yanti Damayanti

Editor: Astrid Prahitaningtyas

Artikel terkait:

Share :

Related articles