Mengajarkan Perdamaian di Sekolah

hari perdamaian internasional

Hari Perdamaian Internasional tahun ini mengajak kita untuk mengembangkan budaya perdamaian, dan sekolah menjadi salah satu tempat terbaik untuk mempraktikkannya.

Ketika ada anak-anak yang berebut mainan, orang tua murid yang berseteru dengan pihak sekolah, maupun terjadi tindak intimidasi atau diskriminasi antar murid, maka kedamaian sekolah pun terancam. Karena itulah, mengajarkan konsep dan teknik perdamaian di lingkungan sekolah sangatlah penting. Tidak hanya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, tetapi juga untuk membentuk individu-individu yang dapat menjaga perdamaian dan menghadapi konflik secara sehat.

Kita harus membina murid agar mampu intropeksi diri, mengelola emosi, mengenali dan menghindari bias, dan membuat keputusan seputar isu etika dan moralitas. Sebagai bagian dari masyarakat, murid juga perlu mempelajari cara berempati, mengenali perbedaan, membangun rasa toleransi, dan berkomunikasi yang baik. Inilah yang akan menjadi fondasi mereka agar piawai dalam mempertahankan perdamaian dan menyelesaikan masalah tanpa kekerasan.

Implementasi di Sekolah

Pendidikan perdamaian tidak perlu menjadi mata pelajaran khusus, karena sebenarnya konsep perdamaian bersifat holistik dan dapat diajarkan di hampir seluruh lingkungan sekolah.

Contoh yang paling baik adalah penerapan saat terjadi perseteruan antar murid. Guru ataupun staf sekolah dapat berperan sebagai mediator dan fasilitator agar murid-murid mau untuk saling mendengarkan pendapat satu sama lain, memahami alasan masing-masing, dan mencari jalan keluar terbaik bagi semua pihak. Kuncinya adalah berperan sebagai fasilitator dan bukan sebagai pemecah masalah. Biarkan anak-anak bernegosiasi dan mencari solusinya sendiri, dan bukannya dipaksa untuk menerima keputusan gurunya.

Kenalkan juga tindakan-tindakan yang tidak benar dan dapat memicu konflik saat upacara atau melalui media komunikasi sekolah. Masih banyak anak-anak yang tidak memahami cakupan tindak perundungan, sehingga banyak yang menganggap menertawakan latar belakang teman yang berbeda ataupun memalak dan mengancam adalah hal biasa, padahal tindakan tersebut sudah merupakan tindak perundungan yang berpotensi melahirkan konflik.

  • Kelas bahasa dapat memberi tugas menulis diari mingguan yang mencatat konflik yang terjadi dalam kehidupan mereka, termasuk emosi apa yang mereka rasakan, dan solusi seperti apa yang baik bagi semua pihak yang terkait.
  • Kelas sejarah dapat berbagi cerita sejarah yang mengajarkan bagaimana perang dan konflik berujung pada kehancuran yang merugikan banyak pihak, dan dapat dilanjutkan dengan diskusi bagaimana seharusnya perang dan konflik tersebut dapat diselesaikan, bahkan dihindari.
  • Kelas pengetahuan sosial dapat memperkenalkan individu dan kelompok masyarakat dari situasi dan latar belakang yang berbeda. Ketika murid memahami adanya perbedaan cara pikir dan pandangan, maka mereka juga diharapkan terbiasa untuk berusaha memahami dan bukannya main hakim sendiri. Murid juga dapat membangun empati ketika mendengar cerita dari anak-anak korban konflik, seperti di zona perang ataupun yang hidup di lingkungan penuh konflik.
  • Kelas olahraga dapat mengenalkan paralimpiade yang membuka wawasan anak-anak bahwa individu dengan disabilitas memang berbeda, tetapi bukan berarti tidak bisa sehebat mereka. Selain inklusivitas, kelas ini juga dapat mengajarkan kolaborasi yang meningkatkan kohesi hubungan antar murid, dan menjaga perdamaian.
  • Kelas matematika dan sains dapat memberikan pertanyaan kelompok yang dapat dipecahkan dengan berbagai cara dan minta setiap kelompok untuk mempresentasikan solusinya. Ketika melihat adanya solusi yang berbeda-beda untuk masalah yang sama, murid akan belajar bahwa pemikiran atau solusinya bisa saja bukan satu-satunya cara, atau cara terbaik dalam menyelesaikan masalah.

Titik Mulai

Konflik maupun perseteruan pasti terjadi, tetapi konflik tidak selalu buruk. Ketika konflik terjadi, pertumbuhan pun terjadi, tentunya jika pihak yang terlibat memahami cara menghadapi konflik dengan baik. Di sekolah, kemampuan ini perlu dimulai dari para pendidik. Guru dan staf sekolah perlu mendapatkan pelatihan berkelanjutan mengenai perdamaian dan bagaimana menjadi agen perdamaian di tengah konflik yang terjadi di dalam lingkungan sekolah.

Pelatihan ini dapat mengajarkan:

  • definisi dan pentingnya perdamaian;
  • faktor-faktor pemicu konflik: diskriminasi, ketidak adilan, intoleransi;
  • teknik deeskalasi dan resolusi konflik;
  • cara menyelipkan ajaran perdamaian ke dalam mata-mata pelajaran;
  • dan lain sebagainya seputar konsep dan teknik mempertahankan dan mencapai perdamaian.

Membangun perdamaian yang abadi merupakan hal yang kompleks dan memerlukan visi yang komprehensif serta holistik karena perdamaian tidak semata berbicara tentang absennya konflik, tetapi juga tentang membangun toleransi, berdialog secara positif, dan menyelesaikan masalah di atas asas musyawarah mufakat. Karena perdamaian adalah proses pembelajaran seumur hidup, maka akan lebih baik jika dibentuk sejak dini.

Ketika menerapkan pendidikan perdamaian di dalam sekolah, kita perlu mengingat bahwa budaya perdamaian tidak seharusnya baru dimulai ketika konflik sudah terjadi; budaya ini sudah harus dibentuk jauh sebelum konflik terjadi. Karena, membentuk masa depan Indonesia yang damai dan adil dimulai dari mendidik generasi emas 2045 sejak dini.

Penulis: Dania Ciptadi

Artikel terkait:

Share :

Related articles