Menjaga Keutuhan Keluarga

keluarga utuh

Di balik foto keluarga yang tampak harmonis, bisa tersembunyi hubungan yang rapuh. Ketika ikatan dalam keluarga retak, keutuhan pun dipertaruhkan. Seperti apa sih keluarga utuh itu, dan bagaimana menjaganya?

Keluarga utuh sering diasosiasikan dengan kehadiran lengkap ayah, ibu, dan anak—tanpa perceraian di dalamnya. Namun, formasi lengkap belum tentu menjamin fungsi keluarga berjalan baik.

Faktanya, menurut data real-time SIMFONI-PPA hingga 13 Juni 2025, jumlah kasus kekerasan dalam rumah tangga paling tinggi angkanya dibandingkan dengan tempat kejadian lainnya. Dan korban kekerasan rentang usia 0-17 tahun berjumlah 7.997 dari total 12.736 kasus. Lihat dua tabel di bawah ini:

Keluarga, yang seharusnya menjadi tempat aman dan sumber kasih sayang, justru bisa menjadi ancaman terbesar bagi anggotanya. Keluarga seperti ini tentunya tidak dapat dianggap utuh, karena walaupun formasinya lengkap, tetapi jiwa anggotanya retak dan hancur.

Inilah yang disebut dengan keluarga disfungsional, atau yang biasa dikenal dengan broken home. Keluarga, khususnya orang tua, mempunyai peran untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, serta psikis. Pada keluarga disfungsional, anak biasanya tidak mendapat kebutuhan itu secara utuh.

Keluarga disfungsional berisiko menghambat perkembangan psikologis dan emosi anak. Studi ini menemukan bahwa anak-anak yang tumbuh di keluarga yang carut-marut—rumah yang sangat berisik akibat terlalu ramai penghuni, serta tidak ada aturan— cenderung memiliki masalah perilaku dan kurang bisa mengendalikan diri.

Penelitian lain juga menyebutkan keluarga disfungsional secara substansial menghambat perkembangan keterampilan sosio-emosional anak-anak dan kemampuan mereka untuk berintegrasi dengan teman sebaya. Tingkat konflik yang tinggi dan relasi antaranggota yang tidak aman mendorong disregulasi emosi, mengurangi empati, dan mendorong penarikan diri secara sosial. Anak-anak yang dibesarkan di lingkungan seperti itu sering menghadapi tantangan dalam membentuk dan mempertahankan hubungan, yang mengakibatkan hambatan dalam konteks akademis dan sosial.

Oleh sebab itu, menjaga keutuhan keluarga yang fungsional sangatlah penting. Selain mendorong persiapan Generasi Emas 2045 yang madani, keluarga utuh fungsional juga mencegah kemungkinan anak bertumbuh menjadi beban sosial dan masalah kemasyarakatan di masa depan.

Lalu, dari mana keluarga harus mulai menyempurnakan keutuhannya?

Mulailah dari membangun komunikasi yang baik antaranggota keluarga, karena selain meningkatkan peluang tersampainya informasi dengan baik, komunikasi juga merupakan salah satu indikator kesehatan mental dalam keluarga.

Menurut dosen Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Prof. Dr. Nurul Hartini, S.Psi., M.Kes., Psikolog, berbagai macam persoalan keluarga biasanya disebabkan oleh komunikasi yang kurang efektif. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mulai membangun komunikasi yang baik di dalam keluarga: menjadi pendengar yang baik, menggunakan bahasa yang positif, dan memperhatikan bahasa tubuh saat berinteraksi. Selain itu, memahami karakter dan kepribadian masing-masing anggota keluarga juga akan membantu dalam memikirkan cara berinteraksi yang efektif ke individu tersebut.

Jika komunikasi sudah berjalan dengan baik, maka rasa saling percaya dapat lebih mudah dibangun dalam keluarga. Komunikasi yang efektif memiliki dampak yang sangat besar terhadap keharmonisan hubungan keluarga. Salah satu pengaruh utamanya adalah meningkatkan kedekatan emosional antar anggota keluarga. Ketika anggota keluarga saling berbicara dengan terbuka dan mendengarkan satu sama lain, mereka merasa dihargai dan dipahami. Hal ini menciptakan ikatan yang lebih kuat dan meningkatkan rasa saling percaya.

Beberapa cara orang tua bisa membangun fondasi ini adalah dengan menepati janji, menghargai perbedaan ide dan pendapat, mendengarkan tanpa menghakimi, meminta maaf pada anak-anak saat salah, dan berusaha memercayai anak-anak sebagai individu yang bukan kepanjangan tangan dari orang tuanya semata. Jika semua ini dilakukan secara konsisten, maka cepat atau lambat keluarga akan menjadi ruang aman bagi setiap anggotanya untuk berbagi cerita, meminta bantuan, dan saling mendukung. Namun, ingatlah bahwa membangun kepercayaan bukanlah proses yang instan.

Dan, tentunya melakukan aktivitas bersama (family time) dalam keluarga juga sangat penting. Family time adalah waktu yang dikhususkan untuk dihabiskan bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga. Ini merupakan momen di mana seluruh anggota keluarga dapat berinteraksi, berbagi pengalaman, dan menciptakan kenangan indah tanpa gangguan dari aktivitas lain atau perangkat elektronik.

Kegiatan ini tidak harus mahal atau membutuhkan persiapan rumit, seperti berlibur ke luar kota atau bahkan luar negeri. Hal-hal sederhana seperti makan malam bersama, bermain bersama di rumah, berkebun, atau bahkan sesederhana bermain tebak-tebakan saat terjebak macet di jalanan sudah merupakan momen seru yang membangun keharmonisan keluarga.

Tentunya masih banyak lagi cara untuk menjaga agar keluarga tetap utuh, tetapi tiga hal ini –komunikasi efektif, membangun rasa saling percaya, dan beraktivitas bersama– sudah bisa menjadi fondasi kokoh untuk menjaga keutuhan keluarga. Ingatlah, bahwa tidak ada keluarga sempurna; yang ada hanyalah keluarga yang berusaha menjadi lebih baik setiap harinya.

Selamat Hari Keluarga Nasional!

Penulis: Dania Ciptadi

Editor: Astrid Prahitaningtyas

Artikel terkait:

Share :

Related articles