Pentingnya Digital Parenting di Tengah Gerusan Teknologi

digital parenting

Zaman terus berkembang. Orang tua harus memperbarui metode pengasuhan agar sesuai dengan kondisi sekarang, terutama dalam pemanfaatan teknologi.

Hari Anak Nasional 2024 mengusung tema “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Salah satu subtemanya adalah “Digital Parenting”, demi melindungi anak-anak Indonesia dari pengaruh buruk internet.

Data Badan Pusat Statistik menyatakan 25,50% anak usia 0-4 tahun dan 52,76% anak usia 5-6 tahun telah mengenal gawai. Sementara itu, 18,79% balita dan 39,97% anak 5-6 tahun telah terkoneksi internet. Anak-anak inilah yang termasuk dalam Generasi Alfa, yaitu mereka yang lahir antara tahun 2010 dan 2025. Mereka lahir di era teknologi canggih yang beroperasi 24 jam secara global. Teknologi sangat berarti untuk mereka. Mulai dari hiburan, gim, terhubung dengan teman sebaya; semua mereka lakukan melalui dan menggunakan teknologi.

Jurnal Understanding Generation Alpha menyatakan anak-anak ini mulai menguasai perangkat layar sentuh dan dengan mudah menavigasi berbagai aplikasi di ponsel pintar pada usia dua tahun. Jurnal Screenagers or ‘Screamagers’? Current Perspectives on Generation Alpha menyebutkan perkembangan di depan layar perangkat pintar dan tumbuh dengan aplikasi media sosial merupakan hal yang sangat penting bagi generasi ini. Generasi Alfa memandang teknologi sebagai kebutuhan primer.

Generasi Alfa mungkin saja adalah yang “paling melek teknologi”. Namun, dalam artikel yang diterbitkan oleh Kantor Berita Antara, dr. Anggia Hapsari, Sp.K.J, Subs. A.R (K) memaparkan bahwa anak-anak belum memiliki kemampuan dalam menilai sesuatu dan mengendalikan diri, sehingga dapat mengalami eksploitasi dan kekerasan daring. Saat mengalaminya, anak bisa menjadi malu dan menyalahkan diri sendiri yang akhirnya memunculkan gangguan psikologis, seperti kecemasan, gangguan perilaku, hingga depresi. Belum lagi dampak lainnya, seperti kecanduan gim daring.

Oleh karenanya, kita tidak boleh gaptek. Kita harus “memaksa” diri untuk belajar dan mencari tahu tentang dunia anak-anak ini, serta mulai mengambil langkah tegas. Bukan dengan melarang anak menggunakan internet, melainkan “memagari” agar mereka dapat berinternet dengan aman. Inilah pentingnya digital parenting, yaitu pola asuh yang memberikan pengetahuan kepada anak tentang batasan penggunaan teknologi digital.

Jurnal What Is Digital Parenting? A Systematic Review of Past Measurement and Blueprint for the Future menyatakan digital parenting memiliki banyak sisi, antara lain:

  • Pemantauan penggunaan teknologi;
  • Penyediaan dan penegakan aturan;
  • Pendidikan keterampilan digital;
  • Pengetahuan cara menavigasi teknologi, termasuk risiko dan peluangnya.

Dalam jurnal tersebut (halaman 8), ada beberapa cara yang dapat diterapkan dalam digital parenting:

  1. Penyediaan aturan dasar. Menentukan aturan umum penggunaan teknologi. Misalnya, hanya boleh satu jam sehari, dan harus memberi tahu orang tua saat akan menggunakan internet.
  2. Penyediaan aturan khusus untuk konten. Menentukan aturan yang membatasi akses ke konten tertentu dan untuk tujuan tertentu. Misalnya, hanya boleh menggunakan YouTube untuk mencari bahan referensi belajar.
  3. Penggunaan bersama. Partisipasi aktif dalam aktivitas teknologi yang sama dengan anak akan memudahkan kita memahami “petualangan” mereka di dunia maya. Misalnya, bermain gim daring bersama, atau menelusuri YouTube untuk mencari ide aktivitas keluarga.
  4. Intervensi krisis. Membantu anak saat mereka mengalami masalah dan kesulitan dalam berinternet. Baik itu kesulitas yang bersifat teknis, ataupun yang dapat mengganggu mereka, seperti perundungan siber, sexting, dan sebagainya.
  5. Diskusi. Komunikasi dua arah antara orang tua dan anak tentang penggunaan teknologi itu penting. Obrolkan dengan anak, apa saja yang mereka lakukan di internet dan berikan pengarahan yang sesuai dengan usianya.
  6. Berikan dorongan. Dorong anak mengeksplorasi teknologi untuk mempelajari keterampilan baru atau melakukan aktivitas lain yang positif.
  7. Saring. Gunakan teknologi untuk mengontrol akses anak ke platform atau konten tertentu. Ada beberapa software yang dapat digunakan untuk memblokir situs-situs web atau platform yang tidak layak untuk anak.
  8. Awasi. Kita tidak harus selalu terlibat dalam aktivitas teknologi yang sama dengan anak, tetapi usahakan untuk selalu berada di sekitar anak, misalnya berada di ruangan yang sama. Hindari penggunaan internet oleh anak di ruang pribadi, seperti kamar tidurnya.
  9. Instruksi. Berikan instruksi dan informasi tentang penggunaan teknologi kepada anak dengan cara yang mendidik. Misalnya, cara mencari konten video yang bermanfaat di YouTube, cara berinteraksi dengan orang lain di internet, dan sebagainya.
  10. Monitor. Gunakan teknologi dan non-teknologi untuk mengetahui apa yang dilakukan anak saat berinternet. Misalnya, periksa profil media sosial dan pesan teks mereka, instal parenting control software, dan periksa browsing history pada gawai mereka.

Apabila anak memiliki akun media sosial, kita perlu terkoneksi dengan mereka dalam platform tersebut. Bertemanlah di Facebook, follow Instagram mereka. Jangan lakukan dengan berlebihan, seperti memberikan komentar setiap hari. Namun juga jangan tidak berinteraksi sama sekali. Gunakan media sosial sebagai sarana untuk “berteman” dengan anak, bukan untuk memata-matai. Beri anak kepercayaan, ruang untuk bereksperimen, mengambil risiko (yang sehat), dan membangun ketahanan atau kekuatan mentalnya.

Mari lindungi anak-anak kita dari pengaruh buruk internet dengan mengambil langkah nyata dan serius menerapkan digital parenting.

Selamat Hari Anak Nasional!

Penulis: Lucky Diah Natalia

Artikel terkait:

Share :

Related articles