Perempuan dalam STEM: Menyongsong Profesi Masa Depan

perempuan dalam stem

Perempuan telah berkontribusi di berbagai bidang, termasuk STEM, sejak abad ke-19. Bagaimana agar para perempuan tetap relevan di bidang ini? Dan profesi-profesi apa saja yang bisa menjadi pilihan bagi perempuan-perempuan masa depan?

Sejak abad ke-19, perempuan telah berkontribusi dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk STEM. Ada Lovelace, misalnya, dikenal sebagai programer komputer pertama di dunia pada tahun 1800-an. Kemudian Marie Curie, yang meraih Nobel Prize for Physics pada 1903 bersama suaminya, dan ia sendiri menerima Nobel Prize in Chemistry pada 1911. Di Indonesia pun banyak perempuan yang berperan dalam bidang STEM, seperti Pratiwi Sudarmono, Premana Wardayanti Premadi, dan Adi Utarini. Meski jumlahnya tidak sebanyak laki-laki, tetapi jejak perempuan dalam STEM tidak bisa diremehkan. Contoh-contoh di atas dapat menjadi inspirasi para perempuan untuk tak gentar menggeluti dunia STEM.

The Solvay Conference

Sumber: The Nobel Prize

Gambar di atas mengabadikan The Fifth Solvay International Conference on Electrons and Photons yang diadakan pada Oktober 1927, di mana sejumlah fisikawan terkemuka dari seluruh dunia bertemu untuk mendiskusikan teori kuantum yang baru saja dirumuskan. Dalam foto tersebut, Marie Curie menjadi satu-satunya perempuan yang diundang dalam konferensi tersebut. Sebanyak 17 dari 29 peserta yang hadir merupakan pemenang Nobel Prize, termasuk Marie Curie.

Secara perlahan, perempuan telah mendobrak stereotipe gender dalam STEM sejak dulu. Namun, jika kita bicara mengenai perempuan dalam STEM, hingga abad ini pun masih terdapat kesenjangan gender dalam bidang ini. Hanya 30% peneliti di seluruh dunia adalah perempuan, sementara ada bidang-bidang seperti ilmu komputer, sains, dan matematika yang persentase perempuannya tidak lebih dari 5%.

World Economic Forum juga mencatat bahwa perempuan masih menjadi minoritas yang signifikan dalam bidang ilmiah yang mendorong revolusi digital, di tengah kurangnya keterampilan yang menghambat kemajuan.

UNESCO Science Report 2021 juga menyatakan bahwa perempuan masih kurang terwakili di bidang-bidang seperti komputasi, teknologi informasi digital, teknik, matematika, dan fisika. Sebuah jurnal  menyatakan bahwa dua per tiga pekerjaan di bidang STEM “dikuasai” oleh laki-laki. Hal ini terjadi akibat terjadi “kebocoran” pada berbagai level pendidikan. Tercatat bahwa minat perempuan terhadap STEM berkurang, bahkan sebelum masuk ke jenjang perguruan tinggi.

Sebuah penelitian mengeksplorasi perbedaan ketekunan perempuan dan laki-laki dalam menyelesaikan gelar STEM. Meneliti lebih dari 40.000 mahasiswa dengan jurusan STEM di 83 perguruan tinggi, studi ini menemukan bahwa laki-laki lebih bertahan dalam menempuh pendidikan STEM dibandingkan perempuan.

Melihat fenomena tersebut di atas, banyak peneliti dari berbagai negara melakukan riset tentang isu ini dari sudut pandang negara mereka, dan menemukan berbagai hal menarik. Beberapa variabel penting yang memengaruhi kondisi ini, antara lain:

  • Kurangnya paparan materi STEM bagi anak perempuan.
  • Adanya pembedaan intelektualitas berdasarkan gender, di mana perempuan dianggap kurang cakap di bidang STEM dibandingkan laki-laki.
  • Budaya dan lingkungan pendidikan maupun perusahaan berbasis STEM yang sangat patriarkal.
  • Kurangnya role model perempuan.
  • Banyak perempuan menghadapi “pilihan hidup” terkait karier dan keluarga.

Pandangan orang tua tentang norma sosial gender, serta tingkat kesetaraan gender di masyarakat, juga dapat memengaruhi motivasi akademik anak perempuan. Keyakinan orang tua bahwa anak laki-laki lebih baik daripada anak perempuan dalam belajar matematika dan sains akan mengakibatkan dengan kesenjangan gender yang lebih luas dalam pencapaian matematika. Keyakinan ini mungkin sangat berbeda untuk orang tua yang memiliki pekerjaan yang berhubungan dengan sains dan non-ilmu pengetahuan.

Temuan-temuan di atas membuka mata kita mengenai akar dari sedikitnya perempuan dalam STEM. Jika penyebabnya sudah dipetakan, perlu dilakukan rekonstruksi mindset bahwa perempuan memiliki potensi yang setara dengan laki-laki dalam STEM. Perlu adanya penyesuaian kurikulum yang dapat mengakomodasi kebutuhan kedua gender agar dapat berkompetisi sehat dalam STEM tanpa ada stereotipe dan berbagai bentuk seksisme, baik dalam pendidikan maupun dunia kerja.

Di Indonesia, pemerintah telah menggencarkan sejumlah langkah terkait sosialisasi STEM kepada anak perempuan, seperti program transformasi digital untuk perempuan, beasiswa digital talent, pengembangan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak. Ada juga program Perempuan Inovasi 2024 yang dimaksudkan untuk meningkatkan perempuan dalam teknologi dan inovasi.

Perjuangan untuk mengatasi gender gap dalam STEM perlu dilakukan dari hulu ke hilir, hingga perempuan berani untuk eksis dan mampu bersaing dengan laki-laki. Di zaman yang sudah sangat modern ini, jalan bagi perempuan untuk berkarier dalam STEM pun semakin luas.

Begitu banyak profesi-profesi yang akan tetap relevan di masa mendatang yang dapat menjadi pilihan perempuan untuk bekerja dalam bidang STEM. Berikut beberapa contohnya.

  1. AI Ethicist. Pesatnya pertumbuhan AI membuat kebutuhan akan ahli di bidang ini makin besar juga. AI Ethicist berperan dalam membuat panduan dalam pengembangan dan pengimplementasian AI. Untuk dapat menjadi ahli di bidang ini, seseorang harus memahami ilmu komputer, teknologi AI, filsafat, ilmu sosial, etika, serta memiliki kemampuan berpikir kritis dan analitis.
  2. Data Scientist dan Analyst. Kedua peran ini terkesan sama, tetapi mengerjakan area yang berbeda. Data Scientist lebih berfokus pada mengembangkan model prediktif dan algoritma pembelajaran mesin, sementara Data Analyst mengolah data menggunakan berbagai tools untuk menunjang pengambilan keputusan bisnis. Profesi ini menuntut seseorang untuk menguasai tools pemrograman dan memahami metode statistika tingkat lanjut. Bidang ilmu yang berkaitan erat dengan profesi ini, yaitu matematika, statistika, ilmu komputer, dan manajemen informatika.
  3. Biotechnology Engineer. Bidang bioteknologi terus berkembang demi mempertahankan kelangsungan hidup manusia. Profesi ini pun akan makin dibutuhkan di masa mendatang mengingat makin banyak bermunculan masalah baru terkait lingkungan hidup dan kesehatan. Menjadi insinyur bioteknologi berarti melakukan analisis dan riset mengenai proses biologis untuk menghasilkan solusi bagi keberlangsungan hidup makhluk hidup di Bumi menggunakan teknologi. Profesi ini biasanya bekerja di industri kesehatan dan lingkungan hidup. Bidang ilmu yang mendasari profesi ini, yaitu matematika, fisika, kimia, dan biologi.
  4. Cybersecurity Specialist. Dunia membutuhkan tenaga spesialis di bidang ini mengingat seluruh aspek kehidupan kita tidak bisa lepas dari internet. Seorang Cybersecurity Specialist bertugas melindungi sistem komputer, jaringan, dan data sebuah organisasi dari ancaman. Dibutuhkan keterampilan yang kuat di bidang ilmu komputer, engineering dan matematika untuk dapat menjadi seorang Cybersecurity Specialist andal.
  5. Robotics Engineer. Profesi ini merupakan area engineering yang berfokus menciptakan mesin yang dapat menggantikan peran manusia. Selain itu, seorang insinyur robotik bertugas mengelola software yang diciptakan untuk mengendalikan mesin tersebut. Untuk menjadi seorang insinyur di bidang robotik, seseorang harus menguasai bidang STEM, terkhusus engineering dan ilmu komputer.
  6. Environmental Scientist and Specialist. Jika anak menguasai STEM dan terpanggil berkecimpung di bidang lingkungan hidup, kita bisa mengarahkannya untuk menjadi ilmuwan lingkungan hidup. Profesi ini berkaitan erat dengan riset dan melakukan investigasi terkait lingkungan dan kesehatan. Oleh karena banyak bersinggungan dengan laboratorium dan semua hal yang berbau sains, seseorang harus memiliki minat yang kuat di ilmu biologi, kimia, fisika, geografi, dan matematika.
  7. Renewable Energy Specialist. Profesi ini bertanggung jawab dalam merancang, memasang, dan mengelola sistem energi terbarukan. Peran dari profesi ini, yaitu untuk mengurangi dampak buruk sumber energi tradisional dan menghasilkan solusi lain untuk mempertahankan keberlanjutan. Untuk dapat menjadi seorang Renewable Energy Specialist, seseorang harus memiliki minat di bidang engineering, fisika, dan sejenisnya.

Dalam rangka International Day of Women and Girls in Science, mari kita bergerak bersama agar ke depannya makin banyak perempuan yang berani menjadi ahli-ahli STEM dan mengubah wajah industri STEM di Indonesia, bahkan dunia.

Mari bergabung dalam G-Schools Indonesia Summit 2025 yang akan banyak menghadirkan sesi untuk mengajak seluruh insan pendidikan di Indonesia mengimplementasikan AI untuk membuka batasan-batasan baru dalam konteks pendidikan, berfokus pada pembelajaran STEM.

Penulis: Diah Lucky Natalia

Editor: Astrid Prahitaningtyas

Artikel terkait:

Share :

Related articles