Guru Hebat, Indonesia Kuat!

hari guru nasional

Guru berperan dalam membentuk generasi penerus. Di tangan merekalah, generasi muda dibentuk, ditempa, dan dipersiapkan untuk menjadi pilar bangsa di masa depan. Guru-guru yang hebat akan menghasilkan negara yang kuat.

Guru bukan sekadar pengajar yang berbagi ilmu. Guru merupakan arsitek peradaban yang turut membangun karakter, moral, dan intelektual para pemimpin di masa depan. Karenanya, tak berlebihan jika dikatakan bahwa kualitas bangsa sangat bergantung pada kualitas para guru.

Pada Hari Guru Nasional tahun ini, kita kembali diingatkan pentingnya peran guru; bukan hanya bagi siswa-siswanya, tetapi juga bagi negara.

Tidak ada satu pun orang yang dilahirkan langsung menjadi guru yang spektakuler. Untuk menjadi guru yang hebat membutuhkan waktu, dan harus melalui proses yang seringkali tidak mudah. Proses ini bukan semata membekali guru dengan pengetahuan materi pendidikan, tetapi juga dengan berbagai soft skill yang mendukung, agar mereka dapat mendidik secara efektif.

Mendikdasmen Abdul Mu’ti menyatakan seorang guru wajib memiliki tiga keahlian, yaitu kepemimpinan, adaptasi, dan proaktif.

Menurut buku Leadership: Theory and Practice, kepemimpinan mencakup proses, dampak pada individu dan kelompok, serta tujuan yang jelas. Sebagai pemimpin para siswa, guru tidak bisa hanya mengajarkan materi pembelajaran. Tersemat dalam aktivitas tersebut adalah harapan bagi para guru untuk dapat:

  1. Memahami proses belajar setiap siswa yang bisa saja berbeda-beda.
  2. Mempersiapkan aktivitas belajar-mengajar yang menarik dan mudah dipahami sehingga memberikan dampak positif pada anak-anak siswanya.
  3. Mengajak para siswa untuk bergerak bersama tujuan pembelajaran yang sama.

Ada siswa yang cepat mencerna materi ajar yang baru, tetapi ada juga yang membutuhkan waktu lebih lama untuk memahami materi yang sama. Ada siswa yang lebih mudah menyerap jika ia belajar sendirian, tetapi ada juga yang lebih cepat paham saat belajar dalam kelompok.

Proses belajar setiap siswa berbeda, di sinilah kepemimpinan guru diuji: mampukah guru memahami perbedaan kebutuhan tersebut? Dan mampukah guru menggali lebih dalam tentang apa saja yang akan memotivasi setiap individu siswa untuk dapat belajar dengan giat?

Jika guru bisa memahami variasi proses belajar tersebut, maka ia pun akan memiliki gambaran yang lebih baik dalam mempersiapkan jenis aktivitas pembelajaran yang akan memberikan dampak terbaik untuk siswa-siswanya.

Seringkali, siswa hanya perlu diarahkan perspektifnya ke tujuan yang tepat untuk menghasilkan perubahan sikap dalam belajar.

Sasaran jangka pendek bisa saja, misalnya, agar bisa diterima di sekolah lanjutan yang diinginkan, bisa membantu orang tua saat berdagang, atau sesederhana bisa membantu adik di rumah untuk memahami materi belajar.

Sasaran jangka panjang, misalnya, membuka wawasan mereka tentang bagaimana mata pelajaran tertentu berguna untuk karier dan profesi tertentu, contoh: wiraswastawan perlu memahami berbagai jenis hitung-hitungan (matematika), dokter perlu memahami cara kerja tubuh (biologi), dan influencer perlu mengenali cara kerja alat digital (TIK) dan memiliki kemampuan berbahasa yang baik (Bahasa Indonesia dan bahasa asing).

Dalam memberlakukan keahlian kepemimpinan di atas, secara tidak langsung guru juga akan berusaha adaptif terhadap kebutuhan siswanya yang berbeda-beda, dan terkadang bertransformasi sepanjang tahun ajaran, serta proaktif mengajak dan memfasilitasi para siswa untuk giat belajar.

Namun, seperti yang telah disebutkan di atas, untuk menjadi guru dengan kepemimpinan yang demikian tidak bisa dalam satu-dua hari. Peter Northouse menyebutkan bahwa kepemimpinan adalah sebuah proses. Hal ini bukan hanya mengenai waktu yang dibutuhkan untuk membangun dampak positif dalam kelompok terkait, tetapi juga komponen-komponen yang diperlukan agar seorang guru juga bisa bertumbuh menjadi pemimpin efektif bagi siswa-siswanya.

Karena itulah, pelatihan kepemimpinan perlu menjadi bagian dari pelatihan keguruan. Setelah menjadi guru, mereka tetap membutuhkan pelatihan ini secara berkelanjutan karena dunia terus berubah, dan tentunya akan berdampak pada pergeseran karakter serta kebutuhan siswa seiring waktu. Keahlian ini seharusnya menjadi salah satu materi di pelatihan sertifikasi kompetensi profesional guru.

Membentuk guru hebat membutuhkan waktu dan tenaga. Agar pendidikan Indonesia penuh dengan pendidik-pendidik hebat, maka diperlukan kerjasama dari pihak pemerintah sebagai pengayom guru di tingkat tertinggi, pihak sekolah sebagai fasilitator agar guru dapat terus mengembangkan keahliannya, serta pihak guru-guru itu sendiri untuk terus ingin belajar dan berkembang. Masyarakat pun perlu mendukung dengan menghargai peran guru dan memahami beratnya beban yang ada pada pundak para guru.

Marilah kita bergotong-royong agar Indonesia dipenuhi dengan guru-guru hebat yang melahirkan generasi masa depan yang akan membawa Indonesia menuju arah yang lebih baik lagi.

Guru hebat, Indonesia kuat!

Penulis: Dania Ciptadi

Artikel terkait:

Share :

Related articles