Artificial Intelligence (AI) dalam Pendidikan: Disrupsi atau Integrasi?

artificial intelligence dalam pendidikan

Kita tidak mungkin menghindari keberadaan Artificial Intelligence (AI) dalam era Revolusi Industri 4.0 yang sarat dengan teknologi. Bagaimana posisi AI dalam dunia pendidikan? Apakah AI telah mendisrupsi pembelajaran? Atau justru kita dapat mengintegrasikannya dalam proses belajar mengajar untuk pendidikan yang lebih baik?

Teknologi Artificial Intelligence (AI) masih dan akan terus berkembang. Keberadaannya semakin berdampak pada banyak sektor industri, tak terkecuali pendidikan. Suka tidak suka, AI mulai mengambil peran dalam kegiatan pembelajaran, baik di tingkat DIKDASMEN maupun DIKTI.

Pemanfaatan AI memiliki kelebihan dan kekurangan. Memang, selalu ada kemungkinan bahwa AI akan (atau telah) mendisrupsi dunia pendidikan. Adapun risiko yang mungkin timbul akibat kehadiran AI dalam pendidikan adalah:

  1. Penggantian Guru dan Tenaga Kependidikan. Mengutip Kompas, salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa AI dapat menggantikan pekerjaan manusia. AI bekerja secara otomatis, begitu juga alat-alat bimbingan belajar berbasis AI. Hal ini mungkin saja mengurangi peran pendidik di kelas.
  2. Privasi dan Keamanan Data. Masih meringkas dari artikel Kompas yang sama, privasi dan keamanan data juga menjadi kekhawatiran. AI membutuhkan akses terhadap data siswa, termasuk informasi pribadi dan akademik. Hal ini menimbulkan risiko keamanan data. Jika data tersebut jatuh ke tangan yang salah atau disalahgunakan, dapat terjadi pelanggaran privasi yang signifikan.
  3. Ketidaksetaraan Akses. Implementasi AI dalam sistem pendidikan memerlukan infrastruktur dan teknologi yang canggih. Sementara itu, kita tidak bisa menutup mata bahwa masih ada sekitar 22% penduduk Indonesia yang belum memiliki akses terhadap internet, dan secara global, 34% penduduk dunia yang juga belum terkoneksi dengan internet. Meskipun angkanya lebih kecil dibandingkan dengan yang telah terpapar oleh internet, hal ini tetap dapat menciptakan ketidaksetaraan akses terhadap pendidikan berbasis teknologi bagi mereka yang tidak memiliki sumber daya yang memadai.
  4. Menimbulkan kemalasan, terutama pada siswa. Ketergantungan terhadap penggunaan AI akan membatasi kapasitas berpikir otak manusia. Terlalu banyak interaksi dengan teknologi, termasuk AI, akan mendorong manusia berpikir seperti algoritma, tanpa pemahaman dan penalaran.

Dalam menghadapi disrupsi ini, perlu adanya pendekatan yang bijaksana dan seimbang. AI dapat memberikan manfaat, seperti efisiensi dan personalisasi pembelajaran, tetapi harus diimplementasikan dengan mempertimbangkan aspek etika, privasi, dan keadilan. Penting juga untuk tetap menghargai peran guru dan interaksi manusia yang tak ternilai dalam pengalaman pendidikan. Karena bagaimana pun, AI tidak akan dapat menggantikan sentuhan kemanusiaan dan hubungan antarmanusia.

Namun di sisi lain, mengintegrasikan AI ke dalam pembelajaran juga bukan hal yang mudah. Melarang penggunaannya pun nyaris tidak mungkin diterapkan. Sebagai pendidik, kita harus berpikir bahwa sebuah alat, apa pun itu, hanya akan bermanfaat jika manusia penggunanya terampil. Seperti halnya kalkulator yang tidak akan menghentikan siswa belajar matematika, tetapi mereka harus terampil memanfaatkannya untuk mempermudah pembelajaran. Jadi, bagaimana harusnya kita, sebagai pendidik, bertindak?

Paling tidak ada sebelas langkah yang bisa dilakukan untuk memastikan pendidik dan siswa paham dan mampu menavigasi teknologi AI secara efektif:

  1. Evaluasi kembali kebijakan seputar masalah integritas akademik, seperti plagiarisme. AI generatif yang menghasilkan teks adalah wilayah baru yang harus dipetakan dan disertakan dalam kebijakan. Tinjau kembali kebijakan integritas akademik dalam institusi dan ruang kelas, serta tentukan kebijakan apa yang akan diterapkan.
  2. Jika belum ada pedoman yang tegas dalam tingkat kelembagaan, tegaskan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seputar penggunaan AI dalam silabus atau pada saat pemberian tugas tertentu, sembari Anda terus mempelajari tentang kemampuan alat-alat berbasis AI yang dapat digunakan dalam bidang pendidikan.
  3. Fokus pada pengembangan hubungan dengan siswa. Di era yang sarat dengan teknologi seperti sekarang, hal ini menjadi prioritas bagi pendidik. Kita memang tidak dapat mengontrol evolusi teknologi yang pesat, tetapi tidak akan ada satu hal pun yang mampu menggantikan hubungan antarpribadi di dunia nyata. Berfokus pada keterampilan interpersonal dengan siswa akan membantu Anda untuk tetap unggul di tengah perubahan lanskap pendidikan akibat teknologi.
  4. Tetapkan ekspektasi. Edukasi siswa tentang AI, pemanfaatan, dan etikanya. Buat diskusi terbuka dan komunikasikan dengan siswa tentang harapan dan batasan-batasan penggunaan AI dalam tugas-tugas mereka.
  5. Berikan tugas yang kreatif. Sebagian masalah dengan keberadaan AI adalah di mana siswa cenderung menggunakannya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang mereka tidak dapat lakukan sendiri. Tanggapi masalah ini dengan memberi tugas yang mendorong kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher-Order Thinking Skills – HOTS), yang akan “memaksa” mereka berpikir di luar pengamatan fakta dasar dan hafalan, dan membuat siswa menjadi lebih evaluatif, kreatif, dan inovatif.
  6. Evaluasi kembali instruksi Anda saat memberikan tugas. Cobakan instruksi itu kepada AI generatif teks, seperti ChatGPT atau Google Bard, kemudian lihat apa yang dihasilkannya. Jika konten yang dihasilkan AI itu dapat Anda terima, lebih baik instruksikan kepada siswa untuk tidak menggunakan AI dalam tugasnya. Anda dapat menginstruksikan secara spesifik bahwa siswa hanya boleh menggunakan referensi terbaru, yang dibuat dalam kurun tahun 2022-2023 atau hanya referensi yang pernah dibahas di ruang kelas.
  7. AI memang dapat menghasilkan konten yang menarik, tetapi AI tetap memiliki keterbatasan. Coba instruksikan siswa untuk melibatkan pengalaman mereka pribadi atau sumber langsung. Autentikasi adalah salah satu cara ampuh melawan penggunaan AI.
  8. Edukasi siswa bahwa mengerjakan tugas apa pun itu artinya berpikir. AI mungkin dapat memberikan konten yang komprehensif, tetapi AI tidak mungkin dapat menangkap hasil pemikiran autentik siswa. Berikan tugas atau lakukan kegiatan yang berfokus pada pemikiran kritis dan penalaran.
  9. Edukasi siswa agar percaya pada proses, bukan hasil akhir semata, karena proseslah yang merupakan tempat belajar yang sebenarnya. Pada saat Anda memberikan sebuah tugas, diskusikanlah dengan siswa. Pastikan mereka menyiapkan garis besar/rancangan/konsep dari tugas yang diberikan. Berikan pemahaman kepada siswa bahwa tugas adalah sarana untuk membuktikan pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran, bukan sekedar untuk mendapatkan nilai. Hal ini akan mengurangi risiko penggunaan AI secara mentah-mentah.
  10. Berikan kesempatan pada siswa untuk mempresentasikan dan mendiskusikan hasil tugasnya di depan kelas. Atau minta siswa untuk menceritakan proses saat mereka mengerjakan tugas di kelas. Dengan demikian siswa akan sadar bahwa mereka harus benar-benar memahami materi tugasnya, dan jika mereka mengandalkan kemampuan mereka sendiri (dan bukan kemampuan AI), mereka akan lebih percaya diri.
  11. Gaungkan literasi AI. Pertimbangkan untuk menggunakan AI di dalam kelas, karena suatu saat nanti, siswa pasti akan harus menggunakannya pada saat mereka terjun ke dunia kerja. Dengan batasan-batasan yang jelas, edukasi siswa bahwa teknologi AI dapat digunakan sebagai alat curah ide atau penelitian, dan bukan untuk mengerjakan hasil akhir tugas. Bantu siswa memahami bagaimana AI dapat bermanfaat dalam proses pengerjaan tugas.

Apakah keberadaan AI merupakan disrupsi dalam dunia pendidikan? Atau justru mengintegrasikannya akan membuat pembelajaran lebih menyenangkan? Jawaban ada di tangan kita, para pendidik. Cerdas dan bijaklah dalam memanfaatkan teknologi apa pun, termasuk AI.

Nantikan artikel dan unggahan REFO lainnya tentang AI, yang akan lebih terkhususkan lagi untuk pendidik dan peserta didik, juga orang tua murid.

Pastikan terus ikuti perkembangannya di Blog REFO, Instagram, dan YouTube.

Dan sebagaimana mungkin Anda semua sudah mengetahui, REFO akan mengadakan sebuah konferensi yang ditujukan kepada para penentu kebijakan dan pemangku kepentingan dalam pendidikan yang membahas topik-topik edukasi terkini, yaitu Indonesia Future of Learning Summit (IFLS) 2023 dengan tema “The Power of Artificial Intelligence for Learning”. Konferensi ini akan dilaksanakan di hari Kamis, 5 Oktober 2023 di ARTOTEL Suites Mangkuluhur, Jakarta.

Ingin menjadi yang terdepan dalam pendidikan masa kini dan di kemudian hari? Yuk, hadiri IFLS dengan mendaftar melalui tautan https://bit.ly/joinifls2023

Penulis: Astrid Prahitaningtyas

Artikel terkait:

Share :

Related articles