Pelajar memiliki peran vital dalam membentuk masa depan bangsa. Bagaimana pelajar Indonesia dapat menjalankan peran tersebut, terutama dalam era digital yang semakin kompetitif?
Hari Pelajar Internasional diperingati setiap tanggal 17 November merupakan peringatan penting akan peran vital pelajar. Mereka diharapkan dapat menjadi agen perubahan yang membentuk masa depan bangsa, terutama dalam era industri digital yang semakin kompetitif ini.
Agen perubahan adalah individu atau kelompok yang secara aktif mengerjakan program perubahan. Pelajar dapat menjadi agen perubahan dengan menciptakan solusi, menjadi penggerak perubahan menuju solusi yang lebih baik, serta membantu masyarakat dan industri secara langsung dengan kemampuan mereka.
Pelajar masa kini memiliki satu hal yang tidak dimiliki generasi-generasi sebelumnya. Mereka adalah generasi digital native, yang terlahir dalam dunia digital. Mereka terbiasa dengan teknologi dan mudah beradaptasi dengan kemajuan teknologi, karena hal tersebut sudah menjadi bagian alami dari kehidupan mereka sehari-hari.
Pelajar digital native ini ranum untuk dipersiapkan dalam membangun bangsa di era digital dan industri 4.0 menuju 5.0, yang akan sangat bergantung pada teknologi.
Berikut beberapa cara yang bisa pelajar lakukan untuk menjadi agen perubahan di Indonesia.
Mengajarkan Literasi Digital
Para pelajar bisa menjadi agen perubahan mulai dari lingkungan keluarganya dengan cara membantu digital immigrant tentang bagaimana cara menggunakan teknologi dengan baik, benar, dan sehat.
Seringkali, mengajarkan penggunaan teknologi terbatas pada teknis pemakaiannya saja, padahal dalam era digital seperti sekarang juga mencakup kemudahan akses informasi –termasuk disinformasi. Sebagai digital native, para pelajar bisa menjadi agen perubahan dengan mengedukasi orang-orang di sekitarnya tentang:
- Memilah informasi sahih dari disinformasi.
- Memeriksa kesahihan informasi yang didapat.
- Tidak menyebarkan informasi yang tidak diketahui kebenarannya.
Penyebaran disinformasi dan hoaks adalah masalah yang pelik di Indonesia. Pelaku penyebar hoaks adalah generasi yang lebih tua, yang rata-rata berusia 45 tahun ke atas. Generasi yang lebih senior ini seringkali tidak membaca berita dan hanya melihat judulnya saja, lalu mengirimkan kepada orang lain, hingga akhirnya hoaks tersebut tersebar. Generasi digital native berperan penting dalam memerangi hoaks karena mereka mampu menelusuri Internet untuk mencari informasi lebih lanjut. Generasi digital ini diharapkan untuk lebih cerdas dalam berinternet dan tidak ikut-ikutan dalam menyebarkan hoaks.
Di lingkungan keluarga dan sekitarnya, pelajar dapat menjadi agen perubahan dengan mengajarkan karakteristik berita bohong yang sebaiknya dihapus saja, serta meminta para digital immigrant untuk menanyakan kepada mereka tentang informasi yang perlu dipertanyakan kebenarannya sebelum menyebarkan. Ceritakan kepada mereka bahayanya menyebarkan berita bohong, seperti pada kasus Samuel Paty, seorang guru di Prancis yang menjadi korban pembunuhan hanya karena kebohongan satu remaja yang tersebar ke mana-mana.
Mereka juga bisa mengajak pelajar dan anak muda lainnya untuk memerangi hoaks melalui konten media sosial agar bisa bersama-sama mengedukasi masyarakat sekitarnya.
Menggalakkan Inovasi Digital
Selain mengajarkan literasi digital secara menyeluruh, pelajar juga bisa menjadi agen perubahan industri dengan menciptakan solusi melalui platform digital. Solusi digital tidak melulu tentang hal besar seperti menciptakan perusahaan startup digital; pelajar sekolah sebenarnya bisa mulai menjadi agen perubahan dalam hal terkecil, misalnya:
- Membagikan hal yang ia pelajari di sekolah melalui media sosial sehingga ilmunya juga bisa bermanfaat untuk pelajar Indonesia lainnya, sekaligus menambahkan konten edukatif yang bermanfaat di ranah media sosial.
- Membantu warung-warung atau UMKM di lingkungannya untuk beralih ke teknologi digital untuk hal-hal sederhana, seperti menyertakan bisnis ke dalam Google Maps serta aplikasi pesan antar dan pasar online; menggunakan aplikasi untuk pembukuan dan logistik; atau menggunakan aplikasi seperti Canva untuk kemudahan membuat poster atau buku menu secara menarik.
Para pelajar digital native tingkat atas (SMA/SMK) hingga mahasiswa tentunya sudah mampu untuk menciptakan teknologi yang lebih berdampak lagi.
SMKN 2 Magelang contohnya, bekerja sama dengan PT Teknoreka untuk membuat konten video dan gim edukasi pembelajaran jenjang PAUD hingga SMA/SMK pada portal Jateng Pintar. Salah satu gim yang dibuat oleh tim pelajar SMK tersebut adalah tentang strategi penataan produk toko dengan karakter pramuniaga trainee supermarket. Gim ini diharapkan dapat melatih keterampilan pekerja pramuniaga toko.
Ada juga tim mahasiswa Universitas Mulia Balikpapan (UMB) yang menciptakan alat kontrol penyiram tanaman berbasis Internet of Things (IoT) yang sudah diterapkan di petani lokal. Alat penyiram tanaman tersebut memantau kadar kelembaban tanah yang datanya dapat dipantau melalui aplikasi pada ponsel pintar. Dengan demikian, petani dapat mengendalikan waktu yang tepat untuk penyiraman tanaman tanpa harus hadir di lokasi kebun. Selain membantu petani, solusi digital ini juga menghemat sumber daya air karena lebih tepat sasaran penggunaannya. Hal ini mendapat respons positif dari masyarakat, yang kemudian menjadi motivasi bagi para mahasiswa itu untuk terus berinovasi.
Contoh-contoh di atas membuktikan bahwa pelajar sangat mampu menjadi agen perubahan di level industri. Gim besutan SMKN 2 Magelang membantu industri jasa, sedangkan IoT mahasiswa UMB mampu memigrasikan petani lokal dari tradisionalisme ke digitalisme.
Bayangkan Indonesia yang akhirnya mampu swasembada pangan karena sektor pertanian yang meningkat efisiensi dan efektivitasnya karena dibantu oleh IoT. Bayangkan pula seluruh Indonesia tersambung listrik dan Internet secara merata karena anak bangsa yang mampu menemukan solusi energi yang sesuai dengan kondisi geografis yang berbeda-beda di Indonesia.
Lalu, dengan ketahanan pangan dan energi serta pengetahuan teknologi industri, bayangkan kebangkitan industri produksi dan manufaktur Indonesia yang akan menekan jumlah impor dan mendorong nilai ekspor bernilai tinggi.
Agar pelajar termotivasi untuk menjadi penggerak atau katalisator digital, mereka perlu diayomi dan didorong untuk dapat berpikir kritis dan inovatif. Dimulai dari pemerataan digitalisasi sektor pendidikan di seluruh Indonesia dan kerjasama dengan berbagai pihak untuk menjadi mitra terciptanya inovasi digital baru dari para pelajar hingga tingkat implementasi.
Sudah seharusnya kita semua mendukung, membantu, dan memfasilitasi segala hal yang berpotensi untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, salah satunya adalah memberikan dorongan kepada para digital native untuk dapat menjadi agen perubahan di dunia yang sudah serba digital ini. Seluruh anggota ekosistem, mulai dari keluarga, masyarakat, institusi pendidikan, pemerintah, dan pihak swasta, perlu bahu-membahu untuk memupuk dan merawat pertumbuhan serta perkembangan pelajar masa kini agar bisa menjadi tulang punggung Indonesia Digital di masa yang akan datang.
Selamat Hari Pelajar Internasional. Selamat menjadi agen perubahan di Indonesia Raya.
Penulis: Dania Ciptadi
Artikel terkait: