Cara agar Siswa Tidak Tergantung pada Artificial Intelligence (AI)

Penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam pendidikan tidak dapat dihindari lagi. Namun bagaimana caranya agar siswa tidak tergantung pada AI? Simak artikel ini, yuk!

Sebuah survei menunjukkan bahwa 86,21% siswa menggunakan AI untuk menyelesaikan tugas. Sayangnya, masifnya penggunaan AI oleh siswa ini kurang diimbangi dengan pelatihan bagaimana menggunakan AI secara tepat dalam pendidikan. Hanya 3 dari 10 guru yang sudah mendapatkan pelatihan tentang bagaimana menggunakan AI dalam pembelajaran.

Mengapa belajar tentang cara menggunakan AI itu penting?

Kecerdasan buatan adalah mesin yang dirancang agar mampu meniru kecerdasan manusia. Hasil yang diberikan oleh AI sangat tergantung pada kualitas data yang digunakan untuk melatihnya. Oleh karenanya, seringkali terdapat kecenderungan terjadi  bias, halusinasi, bahkan kesalahan informasi.

Kecenderungan tersebut perlu disadari oleh setiap pengguna AI, termasuk dan terutama siswa. Karena dampaknya bisa sangat negatif, yaitu di antaranya adalah menurunnya kemampuan berpikir kritis dan problem solving. Oleh karena itu, perlu strategi mengajar baru agar siswa tidak tergantung pada AI, dan tetap bisa menggunakannya dengan bijak.

Strategi: Bercerita dengan AI!

Metode storytelling atau metode bercerita dapat menjadi salah satu pintu masuk untuk mengintegrasikan AI dalam pembelajaran. Metode ini dapat membantu siswa menggunakan AI sebagai “alat bantu” berpikir, di mana siswa tetap menjadi aktor utamanya. AI berperan sebagai asisten yang hasilnya tetap harus dievaluasi oleh siswa.

Metode inilah yang digunakan oleh Rita, seorang guru di salah satu sekolah di Bandung, dalam mengajarkan senyawa kimia kepada kelas 10. Siswa mendapat tugas membuat buku cerita tentang senyawa-senyawa kimia yang mereka pelajari, dan buku tersebut akan dibacakan dalam sesi bercerita bersama anak-anak kelas 2. Sehingga, para siswa kelas 10 tersebut harus bisa menyederhanakan “bahasa kimia” yang rumit, agar dapat dipahami oleh siswa kelas 2.

Bagaimana mengintegrasikan AI ke dalam storytelling?

Proyek diawali dengan membagi siswa kelas 10 ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 2-3 orang. Masing-masing kelompok bertugas menentukan alur cerita, mengembangkannya, dan membuat ilustrasi yang sesuai. Siswa diperbolehkan menggunakan AI untuk keseluruhan proses dari proyek ini.

Menariknya, siswa menemukan bahwa hasil yang diberikan AI tidak selalu sesuai dengan harapan mereka. Misalnya, saat mengembangkan alur cerita. Karena buku cerita yang dihasilkan ditujukan untuk siswa kelas 2, maka alur ceritanya harus sederhana dan mudah dipahami.

Mereka menggunakan ChatGPT dan Gemini untuk mendapatkan ide alur cerita dan pengembangannya. Mereka menemukan bahwa alur cerita yang dihasilkan AI kadang terlalu kompleks, sehingga mereka harus memodifikasi alur cerita agar lebih mudah dipahami. Demikian juga saat mengembangkan cerita, kalimat dan diksi yang dihasilkan oleh AI kadang terlalu sulit untuk dipahami siswa kelas 2. Mereka tetap harus mengoreksi dan menyesuaikan kalimat.

Kesulitan juga muncul saat mereka membuat ilustrasi. Para siswa memanfaatkan kekuatan AI dalam Canva untuk membuat ilustrasi yang sesuai dengan alur cerita yang mereka buat. Sayangnya, ilustrasi yang dihasilkan tidak selalu konsisten. Akhirnya, mereka menyiasati dengan membuat karakter dan beberapa bagian ilustrasi secara manual. Juga untuk gambar yang membutuhkan konsistensi tinggi, seperti beberapa setting tempat. Lalu, beberapa bagian lainnya yang tidak memerlukan konsistensi dibuat menggunakan AI.

Setelah buku cerita selesai, mereka harus menentukan aktivitas pelengkap yang akan mereka bawakan saat sesi bercerita. Aktivitas yang direncanakan dalam tahap ini sangat beragam, mulai dari tebak kata, kuis, hingga teka-teki silang. Untuk ini, kembali mereka menggunakan ChatGPT dan Gemini untuk curah ide.

Setelah cerita, ilustrasi, dan aktivitas pelengkap selesai, mereka harus melakukan peer review. Salah satu anggota kelompok menjelaskan tentang buku cerita itu kepada teman-temannya, sedangkan anggota kelompok lainnya berpencar untuk melihat dan memberikan masukan terhadap buku cerita yang dibuat oleh kelompok lain. Dari proses peer review ini, mereka menentukan bagian mana saja yang perlu perbaikan, agar sesi bercerita nantinya bisa menjadi lebih baik.

Tahap terakhir proyek adalah menjalankan sesi bercerita. Rita bekerja sama dengan guru kelas 2 untuk membagi siswanya ke dalam beberapa kelompok juga. Jadi, setiap kelompok yang terdiri dari 2-3 siswa kelas 10 memimpin sesi bercerita, dan 3-4 siswa kelas 2 menjadi pendengarnya.

Bagaimana storytelling ini bisa mengurangi ketergantungan pada AI?

Proyek ini membutuhkan kombinasi pengetahuan, keterampilan, dan kreativitas. Jadi, siswa tidak bisa hanya mengandalkan AI. Jika mereka memaksakan diri hanya mengandalkan AI untuk menyelesaikan tugasnya, cerita yang dihasilkan akan menjadi tidak logis, terdapat kalimat-kalimat aneh, atau bisa jadi ilustrasi tidak sesuai dengan alur cerita.

Proyek ini juga menggunakan metode penilaian yang beragam, sehingga guru bisa melihat kemampuan siswa secara lebih menyeluruh. Cara ini bisa membantu guru melihat konsistensi dan keaslian hasil belajar siswa.

Penulis: Christophorus Ardi Nugraha

Artikel terkait:

Share :

Related articles