Penggunaan Artificial Intelligence (AI) sudah tidak mungkin untuk dihindari. Namun bagaimana etika pemanfaatannya?
Pada artikel sebelumnya, REFO telah menjelaskan tentang Artificial Intelligence (AI), keterbatasannya, dan bagaimana kita menyikapi alat canggih ini, agar tak tergerus oleh keberadaannya. Sekarang kita akan membahas bagaimana memanfaatkan AI secara bertanggung jawab, untuk memudahkan hidup kita, dan membuat dunia ini menjadi lebih baik.
Perkembangan pesat AI telah menciptakan banyak peluang, dari memungkinkan manusia saling terhubung melalui media sosial, efisiensi tenaga kerja melalui otomatisasi, hingga menfasilitasi diagnosis layanan kesehatan.
Namun, perubahan yang cepat ini juga menimbulkan keprihatinan etis. Gabriela Ramos, Assistant Director-General for Social and Human Sciences of UNESCO, menyatakan bahwa tujuan umum AI adalah untuk membentuk kembali cara kita bekerja, berinteraksi, dan hidup, tentunya agar menjadi lebih baik. AI memang membawa manfaat besar di banyak bidang, tetapi tanpa pertimbangan etis, AI berisiko menimbulkan bias dan diskriminasi di dunia nyata, memicu perpecahan, mengancam hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.
Berdasarkan hal tersebut, pada pertemuan The General Conference of UNESCO di Paris, 9-24 November 2021, UNESCO mengeluarkan Recommendation on the Ethics of Artificial Intelligence (Rekomendasi) sebagai standar global.
Berikut adalah fakta-fakta kunci dari Rekomendasi tersebut:
- Perlindungan martabat dan hak asasi manusia adalah landasan Rekomendasi, berdasarkan kemajuan prinsip-prinsip dasar seperti transparansi dan keadilan, serta selalu mengingat pentingnya pengawasan manusia terhadap AI.
- Rekomendasi memuat Policy Action Area, yang memungkinkan pembuat kebijakan menerjemahkan nilai dan prinsip inti ke dalam tindakan sehubungan dengan tata kelola data, lingkungan dan ekosistem, gender, pendidikan dan penelitian, serta kesehatan dan kesejahteraan sosial, di antara banyak bidang lainnya.
- Inti dari Rekomendasi adalah empat landasan yang meletakkan dasar bagi AI agar berfungsi untuk kebaikan umat manusia dan lingkungan, yaitu:
- Penghormatan, perlindungan dan peningkatan martabat, hak asasi manusia, serta kebebasan fundamental.
- Hidup dalam masyarakat yang damai, berkeadilan, sekaligus kompetitif.
- Pengembangan lingkungan dan ekosistem.
- Memastikan keragaman dan inklusivitas.
- Berpusat pada hak asasi manusia, dengan sepuluh prinsip dasar:
- Proporsionalitas dan tidak merugikan siapa pun. Pemanfaatan AI tidak boleh melampaui apa yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang sah. Asesmen risiko harus digunakan untuk mencegah bahaya yang mungkin timbul dari penggunaan tersebut.
- Keselamatan dan keamanan. Bahaya yang tidak diinginkan (risiko keselamatan) serta kerentanan terhadap serangan (risiko keamanan) harus dihindari dan ditangani oleh pembuat AI.
- Hak terhadap privasi dan perlindungan data. Pencipta AI harus menjamin privasi pengguna, serta menetapkan perlindungan data sepanjang siklus hidup AI.
- Partisipasi multipemangku kepentingan serta tata kola dan kolaborasi yang adaptif. Pencipta AI harus menghormati hukum internasional dan kedaulatan nasional tiap negara dalam penggunaan data pengguna. Artinya, Negara dapat mengatur data yang dihasilkan di dalam atau di luar wilayah kedaulatannya. Selain itu, diperlukan partisipasi multipemangku kepentingan untuk pendekatan yang inklusif terhadap tata kelola AI.
- Kebertanggungjawaban dan akuntabilitas. Sistem AI harus dapat diaudit dan dilacak. Harus ada mekanisme pengawasan, penilaian dampak, audit dan uji tuntas untuk menghindari konflik dengan norma hak asasi manusia dan ancaman terhadap kesejahteraan lingkungan.
- Transparansi dan keterjelasan. Penerapan etika pemanfaatan AI bergantung pada transparansi dan penjelasan dari pembuatnya. Tingkat transparansi dan keterjelasan harus sesuai dengan konteksnya, karena mungkin ada perbedaan arti antara transparansi dan keterjelesan dengan prinsip-prinsip lain, seperti privasi, keselematan, dan keamanan
- Pengawasan dan penentuan hidup manusia. UNESCO menginstruksikan bahwa setiap pemerintah nasional harus memastikan bahwa sistem AI tidak menggantikan tanggung jawab dan akuntabilitas utama manusia.
- Keberlanjutan hidup umat manusia. Teknologi AI harus terus diawasi dan dinilai dampaknya terhadap keberlanjutan hidup umat manusia sebagai serangkaian tujuan yang terus berkembang, seperti yang ditetapkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB.
- Kesadaran dan literasi. Pemahaman publik tentang AI harus terus dikumandangkan melalui edukasi terbuka dan dapat diakses serta keterlibatan masyarakat. Begitu juga dengan keterampilan digital dan pelatihan etika AI, literasi media dan informasi.
- Keadilan dan non-diskriminasi. Pencipta AI harus mengutamakan keadilan sosial dan non-diskriminasi sambil mengambil pendekatan inklusif untuk memastikan manfaat AI dapat diakses oleh semua orang.
- Kebijakan yang dapat diadaptasi. Nilai dan prinsip memang sangat penting untuk membangun dasar kerangka kerja AI yang etis, tetapi gerakan terbaru AI telah menekankan kebutuhan untuk bergerak melampaui nilai dan prinsip, dan menuju strategi praktis. Rekomendasi UNESCO menetapkan sebelas bidang utama untuk tindakan kebijakan, sebagaimana dirangkum dalam gambar di bawah ini.
Sumber: UNESCO’s Recommendation on the Ethics of Artificial Intelligence: Key Facts
Demikianlah Rekomendasi UNESCO tentang etika pemanfaatan AI, yang telah diadaptasi oleh 193 negara anggota PBB. Namun bagaimana cara kita memanfaatkan AI secara bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari?
Menginterpretasikan artikel yang dirilis oleh Forbes, berikut adalah tip-tip untuk memastikan pemanfataan AI secara etis:
- Mulailah dengan edukasi dan kesadaran tentang AI. Berkomunikasi secara jelas dan berkesinambungan dengan berbagai pihak tentang apa yang bisa dilakukan AI dan tantangannya. Kita harus mengetahui tujuan yang tepat dari penggunaan setiap alat berbasis AI, dan bagaimana tetap berada dalam batasan etika yang telah ditentukan.
- Keterbukaan. Gunakan AI secara transparan, tanpa ada hal yang ditutup-tutupi. Misalnya, kita menggunakan AI untuk mengumpulkan data orang tua murid, pastikan mereka tahu tentang hal itu, dan pastikan juga mereka menyetujuinya serta mengerti untuk apa data itu nantinya digunakan. Menengok ke belakang tentang skandal antara Cambridge Analytica dan Facebook, kita tahu bahwa sebagian besar permasalahan adalah kurangnya transparansi Facebook tentang cara mereka menggunakan AI untuk mengumpulkan data user-nya, dan apa yang mereka lakukan terhadap data tersebut. Kebijakan komunikasi pemanfaatan AI yang jelas akan dapat menghindari hal-hal semacam ini.
- Kontrol terhadap bias. Kita harus kritis terhadap apa pun yang dihasilkan oleh alat berbasis AI. AI dibuat oleh sekelompok manusia yang mungkin saja hidup dalam konteks kultur dan sosial yang berbeda dengan kita, sehingga mereka mengajari dan melatih AI ciptaannya dengan beragam data dan informasi yang tidak tepat untuk diimplementasikan dalam kehidupan kita. Di sinilah dibutuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills – HOTS). Terus asah kemampuan kita untuk mentransfer satu konsep ke konsep lainnya, memproses dan menerapkan informasi, mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda, menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, serta menelaah ide dan informasi secara kritis.
- Keterjelasan. Kita harus memastikan bahwa apa pun yang dihasilkan AI dapat dijelaskan. Misalnya, kita menggunakan Google Bard sebagai pemantik dalam menulis sebuah makalah ilmiah. Kita harus memastikan bahwa sumber-sumber referensi yang digunakan Bard itu jelas dan kredibel. Oleh karena itu, kita tidak boleh begitu saja percaya pada Bard, selalu periksa ulang segala sesuatu yang dikatakan Bard.
- Patuhi aturan dan regulasi. Pastikan kita tidak melanggar privasi dan hak asasi manusia pada saat menggunakan AI. Di atas telah dijelaskan Rekomendasi UNESCO tentang pemanfaatan AI. Pelajari dan patuhi, agar kita tidak merugikan siapa pun.
Nah, demikianlah etika pemanfaatan Artificial Intelligence (AI). Pastikan kita semua memaksimalkan teknologi ini secara adil dan bertanggung jawab.
REFO masih akan terus mengangkat tema kecerdasan buatan, baik dalam bentuk artikel dalam blog, unggahan dalam media sosial, maupun webinar. Pastikan terus ikuti perkembangannya di Blog REFO, Instagram, dan YouTube.
Penulis: Astrid Prahitaningtyas
Artikel terkait:
- Artificial Intelligence (AI): Mengungkap Fakta di Balik AI dan Strategi Menghadapinya
- Tren ChatGPT? Ini Cara Menyikapinya
- Tren Teknologi Pendidikan Selepas Pandemi
- Pentingnya Digitalisasi Pendidikan Menuju Generasi Indonesia Emas 2045
- Lebih Baik Mana: Belajar dengan atau Tanpa Teknologi?