Dalam Kurikulum Merdeka terdapat Profil Pelajar Pancasila, yang merupakan komponen penting pembentuk Generasi Emas 2045. Seperti apakah kerangkanya, dan apakah relevan bagi masa depan para pelajar masa kini?
Profil Pelajar Pancasila adalah gambaran pelajar Indonesia yang ideal, berkarakter kuat, dan berkemampuan global. Kemendikbudristek merancang enam dimensi Pelajar Pancasila yang diharapkan dapat terbentuk di dalam diri anak-anak Indonesia.
Dimensi Satu: Beriman, Bertakwa, dan Berakhlak Mulia
Dimensi ini bertujuan untuk membentuk pelajar agar memahami ajaran agama dan kepercayaan masing-masing, serta mampu menjalankan nilai-nilai luhurnya dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat lima elemen kunci dalam dimensi ini, yaitu: akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak kepada manusia, akhlak kepada alam, dan akhlak bernegara. Kelima akhlak ini saling bertautan.
Akhlak beragama adalah perilaku kebiasaan yang baik dalam beribadah, mendalami agama dan kepercayaannya, serta melakukan perbuatan baik yang diajarkan oleh agama dan kepercayaan. Ketika pelajar memiliki akhlak beragama yang baik maka seharusnya ia tidak hanya akan baik terhadap Tuhan YME tetapi juga terhadap segala ciptaan-Nya, termasuk manusia dan alam.
Akhlak bernegara sendiri adalah perilaku bermoral dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sikap ini penting dalam menciptakan lingkungan yang harmonis, aman, dan sejahtera. Pelajar memang belum bisa ikut serta dalam pemilihan umum, tetapi mereka tetap bisa melatih kewarganegaraannya dengan menjaga kebersihan lingkungan, membantu warga yang membutuhkan pertolongan, serta menaati hukum dan aturan yang berlaku.
Dimensi Dua: Mandiri
Dimensi ini berfokus pada pengembangan inisiatif dan kemandirian peserta didik, tidak hanya dalam meregulasi hidupnya, tetapi juga dalam menyelesaikan masalah dan berani mengambil keputusan yang benar. Pelajar juga diharapkan menjadi pemelajar yang mandiri, yang bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya sendiri.
Dimensi Tiga: Bernalar Kritis
Kemampuan ini termasuk yang paling dicari dalam dunia kerja. Menurut Statista yang mensurvei lebih dari 11 juta pegawai dari 803 organisasi di seluruh dunia sepanjang 2022-2023, lebih dari 70% percaya pemikiran analitis akan semakin penting ke depannya, terutama karena “dunia kerja semakin kompleks.”
Karena itulah, pelajar Indonesia perlu dilatih agar mengetahui cara berpikir kritis dan mampu menganalisis secara objektif. Elemen pemikiran kritis meliputi kemampuan dalam memproses informasi, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi keabsahan informasi, serta membangun kesimpulan serta mengambil keputusan.
Selain itu, pelajar yang bernalar kritis akan mampu membedakan baik dari buruk sehingga tidak mudah terperangkap oleh tekanan sebaya (peer pressure) serta dapat mengenali mana informasi yang kredibel dan mana yang palsu dan tidak seharusnya dipercaya.
Dimensi Empat: Kreatif
Menurut survei Forum Ekonomi Dunia (WEF) sepanjang 2022-2023, sebanyak 73% perusahaan menyebutkan bahwa kemampuan berpikir kreatif menjadi pertimbangan utama saat merekrut pegawai. Mereka juga setuju bahwa kemampuan ini semakin penting dan relevan ke depannya.
Azeem Azhar menjabarkan dalam bukunya The Exponential Age: How Accelerating Technology is Transforming Business, Politics and Society (2021), era industri saat ini berubah dengan sangat cepat, dikarenakan teknologi yang berkembang secara eksponensial. Agar mampu bersaing dan bertahan hidup di zaman yang semakin tidak dapat diprediksi ini, kemampuan berpikir kreatif, adaptif, dan inovatif pun menjadi sangat bernilai.
Agar pelajar Indonesia bertumbuh menjadi individu yang tangguh di tengah badai perubahan dan persaingan global, maka kreativitas harus digarap sejak dini, bahkan mulai dari PAUD atau TK. Garap kreativitas dengan membentuk lingkungan yang mendukung dan mendorong rasa penasaran: bebaskan pelajar untuk bertanya, jangan batasi pemikiran dan minat mereka, dan eksplorasi berbagai perspektif. Ketika pelajar merasa aman untuk menggali rasa ingin tahunya, maka ruang kelas dapat menjadi ruang inkubasi ide inovatif.
Dimensi Lima: Bergotong Royong
Sebagai pendidik dan orang tua, kita harus dapat membentuk pelajar Indonesia agar terbiasa bekerja sama dalam tim, saling membantu, dan menghargai pendapat orang lain.
Berikut adalah beberapa kegiatan sekolah yang dapat melatih gotong royong:
- Memelihara Sekolah. Para pelajar dapat saling bergiliran membersihkan lingkungan atau merawat fasilitas kelas ataupun sekolahnya bersama-sama. Untuk tingkat yang lebih tinggi, pembagian tugas dan tanggung jawab dapat diserahkan ke seluruh pelajar di kelas untuk saling bermusyawarah, berbagi tugas, dan mengatur proses kerja. Beri kesempatan juga kepada mereka untuk mengusulkan perbaikan atau peningkatan di lingkungan sekolah, misalnya agar taman sekolah semakin cantik, atau mengumpulkan sampah daur ulang agar bisa digunakan lagi untuk kegiatan prakarya.
- Membantu Masyarakat. Terjunkan pelajar untuk turut berkontribusi ke lingkungan masyarakat sekitarnya, misalnya dengan membantu mengumpulkan kebutuhan untuk diberikan kepada korban bencana alam, mengadakan kegiatan bermanfaat di panti asuhan atau panti jompo, maupun menjadi relawan di organisasi sosial di mana mereka akan belajar bekerja sama dari kelompok dewasa profesional.
- Kompetisi Antar Kelas. Adakan kompetisi antar kelas tahunan di mana setiap kelas harus menentukan peserta yang berbeda-beda untuk setiap lomba yang diadakan. Pastikan lomba yang direncanakan menyertakan elemen kerjasama, seperti panjat pinang, olahraga tim, mencari harta karun, membangun menara tahan gempa dari barang bekas, dan sebagainya.
Dimensi Enam: Berkebinekaan Global
Bineka yang berasal dari bahasa Jawa kuno memiliki arti berbeda-beda atau beraneka ragam. Berkebinekaan global, dengan demikian, berarti memahami bahwa dunia dipenuhi dengan perbedaan, sehingga perlu pikiran terbuka untuk dapat menerima dan menghargai perbedaan yang ada, tetapi di sisi lain harus tetap mengenali dan bangga akan identitas dan budaya Indonesianya.
Pada dimensi ini, pelajar diharapkan akan berkembang menjadi individu yang memiliki wawasan luas dan global serta dapat berinteraksi dengan orang dari berbagai latar belakang, baik dari dalam maupun luar negeri. Sebagai contoh, dalam hal berbahasa, kita harus ingat trimatra bahasa yang dilansir oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, yaitu “Utamakan bahasa Indonesia, lestarikan bahasa daerah, dan kuasai bahasa asing”.
Pemerintah memberikan kebebasan pada setiap sekolah untuk mengolah dan meramu Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) sesuai dengan konteks di lingkungan setempatnya. Kesuksesan P5 akan terlihat ketika lulusannya bertumbuh menjadi sekelompok dewasa yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hasilnya, Indonesia akan ditunjang kuat oleh warga negara yang bertanggung jawab, yang mampu bersaing di ranah global, tetapi tetap peduli dengan lingkungan sekitarnya.
Merajut Profil Pelajar Pancasila ini haruslah dimulai sejak dini, dan hari ini kita kembali diingatkan tentang pentingnya mematri Pancasila di dalam diri anak-anak kita.
Selamat Hari Lahir Pancasila. Selamat melahirkan pelajar-pelajar Pancasila.
Penulis: Dania Ciptadi
Artikel terkait: