Sudahkah Anda Mengenal Batik dengan Baik?

ragam batik indonesia

Batik Indonesia memiliki makna mendalam karena mencerminkan identitas bangsa melalui lambang sejarah dan budaya lokal. Nilai adiluhungnya yang tinggi membuat UNESCO menetapkan batik Indonesia sebagai Warisan Budaya Takbenda pada 2 Oktober 2009. Sejak itulah, tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Batik Nasional.

Batik Indonesia telah menjadi salah satu representasi bangsa di kancah internasional, dan UNESCO telah menetapkannya sebagai Warisan Budaya Takbenda pada tanggal 2 Oktober 2009. Batik telah banyak berperan dalam kehidupan sehari-hari. Bayi digendong menggunakan kain batik berhiaskan simbol-simbol keberuntungan, dan kini batik tidak hanya untuk upacara penting atau acara resmi saja, tetapi banyak digunakan untuk pakaian sehari-hari.

Yuk, kita mengenali batik dengan lebih mendalam.

Cara Pembuatan Batik

Produksi batik bisa memakan waktu satu bulan hingga dua tahun, tergantung pada kompleksitas rancangan dan prosesnya. Batik tradisional dibuat melalui enam sampai delapan tahap proses, yang diulang untuk setiap skema warna hingga mencapai hasil yang diinginkan. Seniman batik tulis menggambar pola dengan canting, alat perunggu berisikan lelehan lilin panas. Seniman batik cap menggunakan stempel dari logam perunggu yang kemudian diisi dengan lelehan malam panas.

Cara Melestarikan Batik

  1. Pelajari Makna Filosofis Batik; dengan mempelajari dan mengidentifikasi makna motif dari masing-masing daerah, kita telah berkontribusi dalam pelestarian nilai-nilai luhur batik.
  2. Membeli Batik Asli (Tulis/Cap); dengan membeli batik asli, yaitu batik tulis dan batik cap, maka kita telah mendukung dan meningkatkan kesejahteraan perajin batik tulis di daerah. Dukungan semacam ini akan membuat tradisi membatik terus berkelanjutan dan lestari.
  3. Dukung Sentra Produsen Batik; dukung dan kunjungilah sentra-sentra batik di setiap daerah. Di sana kita dapat mempelajari teknik pembuatan batik dan berinteraksi dengan produsen batik secara langsung.

Corak atau motif batik dipengaruhi oleh letak geografis, adat dan budaya, flora dan fauna daerah setempat, serta mengandung filosofi budaya lokal. Misalnya, daerah pesisir memiliki motif batik yang berhubungan dengan laut, sedangkan daerah dengan suku bersejarah menyertakan budaya maupun kepercayaan adat istiadatnya ke dalam motif batik setempat. Karena Indonesia dianugerahi dengan keragaman budaya dan hayati, maka batik di berbagai daerah Indonesia juga menyuguhkan ragam variasi yang menarik. Mari mengenal beberapa di antaranya.

Indonesia Barat

Batik Tanah Liek

Sumber: budaya-indonesia.org

Kata “tanah liek” mengacu pada tanah liat dalam bahasa Minang. Batik ini menggunakan tanah liat sebagai pewarna di samping tanaman jengkol, rambutan, dan gambir. Warna dasar batik ini cokelat gelap, teduh dan memancarkan aura keanggunan. Hj. Wirda Hanim adalah salah satu yang kembali menghidupkan batik Tanah Liek pada tahun 1993, setelah batik ini hampir punah. Saat menyaksikan acara adat di kampungnya, di Sumatera Barat, Wirda melihat bahwa kain yang dikenakan oleh para tetua sudah kusam dan sobek, tetapi tetap dipakai karena batik ini digunakan di acara-acara penting. Saat itulah Wirda mendapatkan informasi bahwa batik Tanah Liek tidak diproduksi lagi sejak 70 tahun lalu.

Batik Besurek

Sumber: kompas.com

Nama Besurek berasal dari bahasa Melayu Bengkulu yang berarti “bersurat” atau “tulisan”. Yang dimaksud dengan “tulisan” atau “surat” adalah tulisan bahasa Arab, dan hal inilah yang menjadi kekhasan batik Besurek, di mana motifnya adalah kaligrafi Arab.

Awalnya, seni batik Besurek di Bengkulu diperkenalkan oleh pedagang batik dan seniman dari Kerajaan Demak. Pada masa kejayaan Kesultanan Demak, banyak pembuat batik membuat motif dengan kaligrafi Arab. Pada zaman kuno, tekstil batik Besurek dibuat hanya untuk upacara ritual. Huruf-huruf Arab dalam tekstil berisi makna doa yang khusus dan tidak boleh digunakan dengan sembarangan. Saat ini, produsen batik di Bengkulu menciptakan inovasi produk dengan memproduksi tekstil untuk keperluan mode dan non-ritual. Motif kaligrafi Arabnya biasanya berfungsi sebagai hiasan, terjalin dengan ornamen lain seperti bunga cengkeh, ornamen bunga Rafflesia Arnoldii, dan sebagainya. Segmentasi ini dimaksudkan untuk mempromosikan dan membantu pelestarian warisan tekstil batik Besurek.

Walaupun batik Besurek sekarang sudah semakin berkembang dan motifnya bercampur dengan motif non-kaligrafi, tetapi motif dasarnya tetaplah kaligrafi Arab yang indah.

Batik Larangan

Batik Larangan Keraton Yogyakarta, atau kadang disebut Awisan Dalem, adalah motif-motif batik yang penggunaannya terikat dengan aturan-aturan tertentu di Keraton Yogyakarta dan tidak semua orang boleh memakainya. Batik ini hanya bisa dikenakan oleh keluarga keraton karena dipercaya memiliki kekuatan spiritual dan makna filsafat yang mendalam. Setiap sultan yang bertahta berwenang untuk menetapkan motif batik tertentu ke dalam batik Larangan. Parang Rusak adalah motif pertama yang masuk sebagai pola Larangan pada tahun 1785, sedangkan motif Huk dan Kawung adalah motif yang paling terakhir disertakan.

Berikut beberapa motif batik Larangan.

Motif Parang Rusak

Sumber: gramedia.com

Motif Huk

Sumber: semarangpos.com

Motif Kawung

Sumber: semarangpos.com

Batik Mega Mendung

Sumber: kompas.com

Mega Mendung adalah salah satu motif batik khas Cirebon, Jawa Barat. Jika dilihat sekilas, motif ini seolah menggambarkan awan ketika langit mendung. Seperti awan mendung yang menahan hujan, filosofi di balik motif Mega Mendung adalah sebuah harapan bagi orang yang mengenakannya agar mereka tetap tenang dan sejuk hati meski sedang dilanda amarah.

Sejarah motif Mega Mendung dimulai dari kedatangan orang-orang Tionghoa ke wilayah Cirebon. Sunan Gunung Jati yang menikahi Putri Ong Tien dari Tiongkok yang akhirnya mendorong pembatik keraton Cirebon untuk menggabungkan budaya dan tradisi Cirebon dengan Tiongkok. Para seniman batik tersebut mendapatkan inspirasi bentuk awan untuk batik Mega Mendung dari motif pada benda-benda seni Tiongkok yang dibawa oleh Putri Ong Tien yang kemudian dipadukan dengan seni rupa Islam setempat.

Indonesia Tengah

Batik Suku Dayak

Sumber: iwarebatik.org

Suku Dayak memiliki banyak motif batik, dan yang populer di antaranya adalah Benang Bintik dan Enggang Dayak. Pada gambar di atas, pohon batang garing pada motif Benang Bintik terlihat di kain batik berwarna cokelat dan hitam, sedangkan burung enggang tampak pada batik berwarna biru dan putih.

Benang Bintik menyertakan gambar pohon batang garing (pohon kehidupan), yang diyakini diturunkan langsung oleh Tuhan Dayak Ngaju yang bernama Ranying Hatalla Langit (Tuhan Yang Maha Esa). Batang garing merupakan simbol tingkatan alam, yaitu alam atas, bumi, dan alam bawah, di mana ketiga alam tersebut saling berkaitan.

Motif Enggang Dayak mengabadikan burung enggang yang dianggap sakral, karena semua bagian tubuh burung enggang melambangkan kehebatan dan keagungan suku Dayak. Burung enggang sendiri merupakan lambang perdamaian dan persatuan. Karena kesakralannya, suku Dayak percaya bahwa orang dilarang memburu, apalagi memakannya.

Batik Tana Toraja

Sumber: Batik Prabuseno

Batik Toraja umumnya diproduksi dengan menggunakan teknik pembuatan batik yang sama seperti batik Jawa. Batik dari Tana Toraja ini tidak mendapatkan pengaruh seni pembuatan batik dari luar, seperti batik-batik dari wilayah Nusantara lainnya. Orang Toraja, secara mengejutkan, membuat batik menggunakan pewarnaan lilin yang berasal dari kearifan lokal mereka selama berabad-abad. Karena Tana Toraja letaknya terpencil di pegunungan dan sulit dipengaruhi budaya luar, maka ada sebuah teori yang menyatakan bahwa batik Toraja merupakan batik Indonesia asli.

Guratan pada batik Toraja merupakan adaptasi dari ukiran pada kayu rumah-rumah Tongkonan dan didominasi oleh warna hitam, merah, putih, dan kuning. Cara pembuatannya pun tidak menggunakan canting biasa, tetapi memakai bambu runcing sekecil pena atau canting bambu berbentuk pipih. Namun karena sejarah penjajahan yang membawa seni batik Toraja ke industri VOC di Jawa, batik khas Toraja kini tidak lagi ditekuni oleh masyarakat Toraja, sehingga kini diproduksi oleh pabrik-pabrik di Jawa.
Beberapa motif batik Tana Toraja adalah Paqbarre Allo, Tongkonan, Lontara, dan La Galigo.

Batik Merak Abyorhokokai

Sumber: bahankain.com

Merak Abyorhokokai adalah corak kain batik khas Bali yang menggambarkan keindahan burung tersebut sebagai titik fokus kain. Motif ini merupakan hasil akulturasi budaya Jepang, di mana fokus utama burung merak diperindah dengan hiasan kelopak bunga yang tampilannya menyerupai bunga sakura. Namun merak sebagai simbol utama menginterpretasikan keindahan bentang alam dan semangat Bali sebagai Pulau Dewata.

Selain motif Merak Abyorhokokai, Bali memiliki banyak motif batik, antara lain adalah Buketan, Ulamsari Mas, Singa Barong, dan Pisang.

Indonesia Timur

Batik Pala Salawaku

Sumber: iwarebatik.org

Pala Salawaku adalah motif batik khas Maluku. Motif ini menggambarkan senjata tradisional yang unik dari wilayah Maluku, yang disebut salawaku, yang digunakan di banyak lingkungan sosial lokal, karena melambangkan identitas masyarakat Maluku seperti dalam tarian tradisional, ritual, dan pola tekstil. Sementara kata “pala” mengacu pada salah satu komoditas utama Maluku.

Motif batik Maluku secara umum dapat dikategorikan berdasarkan latar belakang sejarah dan budaya. Dikenal sebagai salah satu rute rempah-rempah kuno terbesar, kejayaan rempah-rempah telah tertanam sebagai memori kolektif masyarakat Maluku. Motif rempah-rempah menunjukkan identitas masyarakat Maluku. Para perajin lokal mengembangkan berbagai motif berdasarkan budaya lokal. Beberapa motif batik Maluku antara lain adalah Tifa Totobuang, Pantai Ambon, dan Pattimura.

Batik Teguh Bersatu

Sumber: iwarebatik.org

Corak batik ini adalah khas Nusa Tenggara Timur (NTT), merupakan simbol kekuatan masyarakat Kupang. Motif ini juga mewakili rasa persatuan dalam hal tradisi dan budaya, namun tetap terbuka untuk hal-hal baru yang baik, saling menghormati, dan toleransi untuk adat dan budaya yang beragam.

NTT dikenal sebagai daerah penghasil tekstil tenun ikat. Namun daerah ini juga sudah mengembangkan batik dengan mengambil inspirasi dari motif tenun ikat. Motif batik NTT sebagian besar mencerminkan rasa terima kasih atas berkah Tuhan. Beberapa motif batik khas NTT antara lain adalah Kuda Sepasang, Kuda Kupang, dan Pucuk Mekar.

Batik Cendrawasih

Sumber: batikindonesia.com

Dari namanya tentu kita tahu bahwa motif batik ini adalah khas Papua, karena cenderawasih adalah burung ikonik khas pulau tersebut. Biasanya motif ini memadukan gambar cenderawasih yang berbulu anggun dan berekor warna-warni dengan flora khas Papua. 

Di balik keindahan coraknya, batik satu ini juga memiliki makna tersirat. Burung cenderawasih dianggap sebagai burung surga (birds of paradise). Masyarakat setempat memiliki kepercayaan bahwa burung tersebut menghubungkan kehidupan bumi dengan surga.

Fakta lain mengenai batik Cendrawasih adalah memiliki karakteristik warna cerah. Misalnya merah, hijau, hingga kuning keemasan. Pemilihan warna ini didasarkan pada warna cenderawasih yang terang dan cerah.

Selain motif Cendrawasih, Papua juga memiliki banyak corak batik. Di antaranya adalah Asmat Papua, Tifa, Kamaro Timika, dan Ukir Sentani.

Begitu kayanya variasi batik di Indonesia hingga artikel ini tidak dapat membahasnya satu-persatu. Dan jika diamati, maka bisa terlihat adanya perbedaan antara gaya motif batik di Indonesia Barat, Indonesia Tengah, dan Indonesia Timur. Inilah kekayaan seni budaya Indonesia. Batik merupakan kanvas Bhinneka Tunggal Ika, penggambaran Indonesia yang berbeda-beda budaya, tetapi tetap satu bangsa. Tentunya wajib untuk dicintai serta dilestarikan.

Sudahkah Anda berbatik hari ini?

Penulis: Dania Ciptadi

Artikel terkait:

Share :

Related articles