Meningkatkan Minat Anak terhadap Buku di Tengah Gerusan Teknologi

hari buku dunia world book day

Minat baca masyarakat Indonesia terkenal rendah. Padahal, budaya membaca merupakan tolok ukur kemajuan dan peradaban suatu bangsa. Lalu, apa yang dapat dilakukan pendidik untuk meningkatkan minat baca anak?

Kemenkominfo RI, dalam publikasinya yang berjudul “Masyarakat Indonesia: Malas Baca, tapi Cerewet di Medsos”, menyebutkan bahwa menurut data UNESCO, Indonesia menempati urutan kedua dari bawah soal literasi. Minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, yaitu 0,001%. Artinya, dari 1.000 orang Indonesia, hanya satu orang yang rajin membaca.

Di sisi lain, Indonesia menempati urutan keempat sebagai negara dengan pengguna ponsel pintar terbanyak di dunia. Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2023 juga menyatakan bahwa 78,19% penduduk Indonesia telah mendapatkan akses ke internet. Sementara itu, We Are Social mencatat bahwa masyarakat Indonesia menghabiskan waktu di depan layar rata-rata selama 7 jam 42 menit per hari.

Kondisi tersebut berkaitan erat dengan pandemi tiga tahun belakangan ini. Walau kondisi sudah mulai membaik, beberapa perusahaan masih menerapkan pola kerja dari rumah atau setidaknya hybrid

Dari sisi pendidikan, anak-anak sudah terbiasa dengan PJJ. Metode pembelajaran yang tadinya dilakukan secara tatap muka dan buku teks, beralih menjadi daring. Dan ketika PTM kembali diberlakukan, beberapa sekolah tetap memilih menggunakan metode blended learning

Durasi screen time anak jadi tak terukur. Belum lagi “jatah” hiburan anak yang juga berkaitan dengan layar. Generasi Alfa lebih akrab dengan permainan seperti Roblox, ketimbang bermain di luar bersama teman-temannya. Konten-konten instan pun lebih menarik bagi mereka. YouTube adalah salah satu penyedianya, dari konten sehubungan dengan pelajaran sekolah hingga cheat code sebuah gim bisa mereka dapatkan.

Tak heran, sekarang hanya ada segelintir anak yang memiliki minat terhadap buku, membaca bukan lagi hal yang menarik bagi mereka. Bisa saja, saat ini anak-anak hanya mengakses buku pelajaran sebagai satu-satunya buku yang mereka baca.

“Buku adalah jendela dunia,” begitu kata pepatah. Namun, generasi muda saat ini mungkin sudah tidak mengenal ungkapan tersebut. Bagi mereka, internetlah jendela dunia. Sayangnya, internet tanpa filter dapat membuat mereka terjerumus ke dalam pergaulan yang salah.

Kebiasaan membaca tidak hanya memberi anak waktu untuk mundur sejenak dari kebisingan dunia maya, tetapi juga mengajarkan mereka kemampuan berpikir kritis dan analitis. Kemampuan ini akan sangat bermanfaat agar tidak mudah terjebak hoaks, dan mampu berperilaku pantas di media sosial.

Inilah sebabnya, keluarga dan sekolah harus membangun kebiasaan membaca buku pada anak sebagai salah satu upaya pembentukan karakter anak sejak dini. 

Salah satu sekolah swasta di daerah Tangerang Selatan menyadari pentingnya hal ini. Pihak sekolah melancarkan serangkaian strategi untuk mengenalkan buku terhadap siswa. Sekolah menyediakan rak-rak buku dan sofa, di mana siswa diperbolehkan duduk dan membaca buku saat istirahat. Sekolah juga menyediakan rak buku di tiap ruang kelas, dan memperbolehkan anak membaca setelah selesai mengerjakan tugas atau saat jam istirahat. 

Anak-anak yang memiliki bakat dalam kebahasaan diikutsertakan ke dalam lomba-lomba. Misalnya, lomba menulis atau bercerita. Hari-hari besar pun dimanfaatkan untuk “menyelipkan” agenda membaca, bercerita, dan mengarang tulisan.

Sebelum memulai dan mengakhiri pelajaran, sekolah membiasakan siswa membaca melalui program silent reading. Pada hari-hari tertentu, siswa diajak untuk mengunjungi perpustakaan dan diberikan keleluasaan untuk membaca buku kesukaan masing-masing. Anak-anak diimbau agar meminjam buku untuk dibaca saat hari libur.

Contoh di atas hanyalah sekelumit cara yang bisa dilakukan oleh pendidik dalam memperkenalkan buku terhadap siswa. Penting bagi pendidik untuk mengetahui karakter tiap siswanya, sehingga dapat membantu mereka menemukan buku yang menarik minatnya. Dengan begitu, siswa dapat langsung merasakan koneksi dengan kisah yang ada di dalam buku tersebut.

Selain itu, mengadakan jam khusus untuk membaca dalam kelompok dapat menjadi salah satu cara agar anak termotivasi untuk terus membaca. Membaca bersama meningkatkan minat baca anak karena terasa lebih menyenangkan. Aktivitas ini juga membuat anak memahami konteks dengan lebih baik.

23 April ditetapkan UNESCO sebagai Hari Buku dan Hak Cipta Sedunia, sebuah perayaan untuk mempromosikan kebiasaan membaca dan minat terhadap buku. Sehubungan dengan hal itu, mari kita renungkan: sudah sejauh mana usaha kita dalam meningkatkan minat baca siswa? Bagaimana kita dapat menyeimbangkan dunia mereka yang sudah terlalu “riuh” akibat gempuran informasi dunia maya?

Mari kita cetak generasi muda yang tak hanya piawai dalam teknologi, tetapi juga cerdas dalam berliterasi.

Penulis: Diah Lucky Natalia

Artikel terkait:

Share :

Related articles