Anak Gunakan Artificial Intelligence (AI)? Orang Tua Harus Dampingi!

artificial intelligence for kids

Artificial Intelligence telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari. Tanpa menyadari, kita sering menggunakan AI dan merasa sangat terbantu. Lalu, bagaimana kita harus menyikapi penggunaan AI oleh anak-anak?

Tak bisa dipungkiri, keberadaan AI sangat membantu kita dalam keseharian. Hidup jadi lebih praktis, pekerjaan tertangani dengan efektif. AI menjadi “jalan ninja” yang meningkatkan produktivitas dan kinerja. Sebagai orang dewasa, mungkin kita telah memahami etika pemanfaatan AI, tetapi bagaimana dengan anak-anak kita?

Seperti yang telah dibahas dalam artikel sebelumnya, survei global UNESCO menyatakan bahwa kurang dari 10% institusi pendidikan memiliki kebijakan kelembagaan atau panduan formal mengenai pemanfaatan teknologi berbasis AI. Sementara itu, kecepatan penyebaran teknologi AI tak dapat dibendung lagi. Misalnya, ChatGPT yang telah digunakan oleh lebih dari 100 juta orang di seluruh dunia, yang juga digunakan oleh peserta didik untuk mengerjakan tugas-tugas mereka.

Hasil survei Common Sense Media, sebuah organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pengkajian teknologi untuk anak-anak dan keluarga, memaparkan bahwa sebanyak 53% siswa menggunakan ChatGPT tiga kali lebih sering ketimbang menggunakan Google Search. Mirisnya, 38% responden mengaku bahwa mereka menggunakan ChatGPT untuk mengerjakan tugas tanpa izin dari orang tua maupun pihak sekolah.

Penggunaan AI oleh peserta didik memang belum sepenuhnya terkendali, mengingat belum ada instruksi resmi dari pemangku kebijakan yang dapat diturunkan kepada satuan kependidikan di lapangan. Hal ini berpotensi menimbulkan pelanggaran regulasi, plagiasi, dan etika akademis.

Sebagai orang tua, apa yang dapat kita lakukan? Yang pasti, kita harus dapat menerima kenyataan bahwa teknologi AI telah masuk ke ranah pendidikan, dan kita juga harus bisa mengajarkan kepada anak-anak untuk menggunakannya dengan penuh integritas.

Permasalahannya, sering kali orang tua tidak cakap mengikuti perkembangan dan perubahan teknologi yang terjadi begitu cepat. Common Sense Media memaparkan hanya sebanyak 30% orang tua yang mengaku pernah mendengar tentang dan menggunakan AI, dalam konteks ini adalah ChatGPT. Hal itu membuktikan bahwa belum semua orang tua dapat “mengejar” pengetahuan tentang AI, yang sudah diketahui dan dieksplorasi terlebih dahulu oleh anak mereka.

Keberadaan AI memang sangat potensial untuk dunia pendidikan. AI dapat menjadi alat yang mempermudah peserta didik dalam proses pembelajaran. Namun, yang perlu diketahui oleh peserta didik, AI hanya boleh digunakan sebagai alat untuk membantu mereka mengerjakan tugas. Karena pada akhirnya, kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher-Order Thinking Skills – HOTS) yang akan menunjukkan kompetensi mereka yang sebenarnya.

Sebagai orang tua, kita perlu berusaha lebih keras lagi untuk menyelami hal ini dan mendampingi anak dalam menggunakan AI. Psikolog anak, Dr. Tovah Klein, memberikan rekomendasi dalam merespons penggunaan AI oleh anak sehubungan dengan proses pembelajaran.

  • Beri tahu kepada anak bahwa AI bukanlah satu-satunya sumber informasi. Tetap ajak anak untuk berdiskusi dan mengkritisi jawaban-jawaban yang diberikan oleh AI. Dengan cara ini, kognitif anak tetap dapat berkembang dengan baik.
  • Berikan pemahaman kepada anak bahwa mereka sedang berinteraksi dengan mesin, sehingga kemungkinan untuk terjadi kesalahan selalu ada. Kembalikan ke poin di atas, yaitu bangun kebiasaan pada diri anak untuk mengkritisi setiap jawaban yang dihasilkan AI dan melakukan pengecekan ulang.
  • Lakukan pengawasan terhadap waktu yang dihabiskan anak dalam menggunakan AI. AI bukanlah pengganti interaksi dengan guru atau orang tua, atau sumber pengetahuan lainnya. Dorong anak untuk mengakses sumber-sumber lain yang bersifat primer.

Sebagai orang tua, kita tidak boleh lepas tangan. Jangan sampai kita mempercayakan anak-anak kepada mesin-mesin tak bernyawa tanpa memberikan pengarahan dan bimbingan. Membuka diri lebih luas akan perkembangan teknologi dapat menjadi jalan masuk kita untuk dapat membersamai anak-anak agar tetap memiliki integritas tinggi dan kompetensi yang baik, serta menggunakan AI dengan bertanggung jawab.

REFO peduli akan hal ini dan akan menyelenggarakan Indonesia Future of Learning Summit (IFLS) 2023 dengan tema “The Power of Artificial Intellogence for Learning”. Konferensi ini terbuka untuk para penentu kebijakan dan pemangku kepentingan dalam pendidikan. Konferesi akan dilaksanakan pada Kamis, 5 Oktober 2023 di ARTOTEL Suites Mangkuluhur, Jakarta. Silakan akses tautan https://bit.ly/joinifls2023 untuk melakukan pendaftaran.

Nantikan artikel dan unggahan REFO lainnya tentang AI dalam Blog REFO, Instagram, dan YouTube.

Penulis: Lucky Diah Natalia

Artikel terkait:

Share :

Related articles