Perpaduan Sains dan Seni Ciptakan Inovasi yang Komprehensif

STEAM

Inovasi seringkali hanya dikaitkan dengan sains. Namun, sebenarnya banyak studi yang membuktikan keterlibatan seni dalam melahirkan inovasi.

Leonardo da Vinci adalah seniman legendaris, yang sebenarnya juga penggagas berbagai inovasi ilmiah. Salah satu kontribusi ilmiahnya adalah ornithopter, sketsa mesin terbang  yang mengadopsi cara terbang burung, yang didesainnya sekitar tahun 1485.

Membutuhkan hampir 500 tahun hingga akhirnya sekelompok mahasiswa Universitas Toronto berhasil merealisasikan ide tersebut, yaitu pada tahun 2010. Ornithopter yang bernama Snowbird itu terbang seperti burung dengan sayap yang mengepak anggun saat “berdansa” di angkasa. Saksikan ornithopter, merupakan sebuah contoh inovasi yang mengawinkan kerumitan sains dengan estetika rancang desain, pada video di bawah ini.

Adapun seniman dan inventor asal Belanda, Theo Jansen, yang menciptakan mesin bertenaga angin yang disebut Strandbeest, yang ia gambarkan sebagai “spesies baru di Bumi”. Strandbeest, atau ‘hewan pantai’, digunakan untuk mengatasi naiknya air laut yang mengancam Belanda. Mulai dirancang pada tahun 1990 untuk mempertebal gundukan pasir di sekitar laut, kini beragam spesies Strandbeest hadir di berbagai pantai Belanda dan bergerak bagai hidup saat terkena angin. Ia memanfaatkan komputasi algoritma untuk menemukan pola terbaik untuk desain pergerakan kaki Strandbeest yang paling efisien. Video ini menunjukkan Strandbeest, yang lagi-lagi sebuah perkawinan sempurna antara sains dan seni.

Da Vinci dan Jansen membuktikan bahwa sains dan seni adalah sobat karib dalam melahirkan inovasi yang komprehensif, yang bahkan mampu mengaburkan batas antara seni, sains, teknik, dan pertunjukan.

Namun, inovasi tak selalu bicara soal gagasan super-istimewa seperti ornithopter dan Strandbeest. Dalam kehidupan sehari-hari, pemikiran inovatif dibutuhkan untuk memecahkan masalah secara kreatif dan humanis melalui solusi yang tidak umum, misalnya:

  • Membuat visualisasi yang mudah dipahami khalayak umum mengenai data ilmiah yang rumit dan kompleks.
  • Membuat iklan 3D atau seni instalasi hidup untuk menggantikan papan reklame konvensional, sehingga tampilan promosi jadi lebih menarik.

Dunia sudah memasuki era Revolusi Industri 5.0, yang kian meleburkan sains dan seni. Lihatlah mobil pintar, rumah pintar, asisten virtual, dan alat-alat bertenaga AI lainnya, yang tak hanya pintar, tetapi desainnya juga rupawan dan humanis, serta sangat user-friendly.

Pada tahun 2016, dosen antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. G. R. Lono Lastoro Simatupang, M.A, telah menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan dan seni adalah dua hal yang saling berkaitan. Ilmu pengetahuan dan seni harus saling belajar agar mampu mengubah dunia. Di satu sisi, ilmu pengetahuan perlu belajar dari seni agar temuannya dapat diterapkan di dunia secara efektif. Di sisi lain, seni perlu belajar dari ilmu pengetahuan agar proses kreatifnya mampu menjangkau dimensi-dimensi kehidupan yang lebih mendasar.

Oleh karena itu, konsep dan metode Science, Technology, Engineering, Art, and Mathematics (STEAM) perlu diterapkan sejak dini. Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini menyatakan bahwa anak usia dini memiliki potensi untuk mengembangkan dasar-dasar keterampilan STEAM,  yang merupakan konsep pendidikan yang menyertakan seni (art) ke dalam pelajaran utama, bersanding dengan sains, teknologi, teknik, dan matematika. Konsep ini merupakan pembaruan dari konsep lama, STEM, yang tidak mementingkan seni. Sementara itu, Direktorat Sekolah Menengah Pertama menyatakan bahwa STEAM merupakan pendekatan pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan abad 21.

Proses seni sebenarnya tidak banyak berbeda dengan proses ilmiah. Keduanya membutuhkan rasa ingin tahu, riset, dan eksperimen tanpa lelah, serta keberanian untuk mengambil risiko di mana kesemuanya penting untuk melahirkan sebuah inovasi. Namun, arah berpikir sains dan seni berbeda. Pemikiran seni cenderung divergen atau bercabang ke banyak hal dari satu titik. Cara berpikir kreatif ini membawa otak bertualang mencari segala jenis inspirasi dan kemungkinan. Di lain sisi, pemikiran sains cenderung deduktif dan konvergen ke satu kesimpulan. Keduanya saling membutuhkan jika ingin melahirkan pemikiran inovatif yang komprehensif.

Berikut beberapa cara membangun ekosistem belajar yang mendukung lahirnya pemikiran inovatif berbasis seni dan sains di sekolah:

Mendorong Pemikiran Divergen. Dalam pelajaran seni, siswa perlu diberi ruang untuk menjelajahi imajinasinya. Berikan tema multitafsir seperti “tak terhingga”, “merdeka”, atau “mustahil”; dan biarkan siswa bertualang menemukan arti dan menelaah bentuk karya seni yang diinginkan untuk mengejawantahkan tafsirannya. Dukung mereka untuk tidak takut berimajinasi dengan mengatakan tafsir tema tersebut bisa bermacam-macam. 

Selain itu, lempar pertanyaan diskusi yang menggugah imajinasi siswa, misalnya, “Apa yang akan terjadi dan perlu kita lakukan jika

  • … minyak dan batu bara sudah habis?”;
  • … tidak ada lagi batas negara?”;
  • … air laut semakin naik karena pemanasan global?

Menerapkan Pembelajaran Multidisiplin. Integrasikan seni ke pelajaran utama lainnya, seperti sains, teknologi/komputasi, dan matematika agar siswa memahami penerapan seni dalam ranah sains dan teknologi. Tentunya penerapan pembelajaran seperti ini akan lebih efektif jika guru seni dan sains saling bekerja sama dan berbagi ide kreatifnya masing-masing.

Ketika mempelajari kode warna digital RGB dan CMYK di kelas teknologi desain, siswa akan belajar bagaimana kita dapat menghasilkan sekitar 16 juta warna dari gabungan tiga hingga empat warna. Konsep ini merupakan gabungan dari teori warna di seni rupa dan teori cahaya dan frekuensi warna dalam sains.

Seni gerak seperti balet, dansa, dan olahraga juga banyak berhubungan dengan teori-teori sains, sehingga gerakannya tidak hanya indah tetapi juga mampu mencegah cedera. Misalnya, teknik balet pirouette atau berputar dengan satu kaki sebagai poros berkaitan erat dengan teori torsi, tekanan, serta gaya gesek dan gravitasi.

Siswa juga bisa diajak untuk menghasilkan karya seni rupa yang memvisualisasikan sebuah ekosistem di mana mereka bisa mengasah pemikiran seninya sekaligus mempelajari keanekaragaman hayati dan cara ilmiah dalam mengamati sebuah ekosistem.

Melatih Penggunaan Peta Pemikiran (Mind Map). Konsep mind map akan melatih siswa untuk memvisualisasikan ide dan pemikiran mereka, yang secara langsung menggarap pemikiran kreatif. Semakin sering mereka melatih menggambar mind map, semakin tajam pula ‘otot’ kreativitas mereka, karena selain perlu mengubah kata-kata menjadi gambar yang representatif, mereka juga perlu kreatif dalam merangkum sebuah konsep atau topik menjadi frase ringkas yang relevan. Karena itulah, membuat rangkuman pelajaran dengan menggunakan mind map tidak hanya melatih kreativitas tetapi juga mendorong mereka untuk memahami isi pelajaran.

Berikut adalah contoh mind map (sumber: Learning Fundamentals).

connected mind map

Inovasi sangat penting agar industri Indonesia semakin maju, dan perekonomian negara bisa mandiri. Hanya saja, melahirkan ide baru tidaklah semudah itu. Proses menuju inovasi membutuhkan waktu serta kreativitas, eksperimen, dan pemikiran non-normatif yang memerlukan kolaborasi antara ilmu pengetahuan dan seni.

Pada Hari Kreativitas dan Inovasi Dunia ini, mari kita pikirkan cara membangun ekosistem belajar yang mampu membangun generasi muda yang inovatif di masa depan.

Seni dan sains perlu diintegrasikan. Cara berpikir kreatif serta ilmiah sama-sama perlu dibina dan dikembangkan. Cerita-cerita tentang inovasi berbasis seni dan sains, terutama di Revolusi Industri 5.0, perlu disebarluaskan.

Urgensi untuk inovasi perlu dikumandangkan!

Penulis: Dania Ciptadi

Artikel terkait:

Share :

Related articles