Selama ini literasi hanya dipahami sebagai melek huruf, padahal kemampuan literasi jauh lebih dari sekedar bisa baca dan tulis. Yuk, kita pahami bersama!
Kita sering mendengar istilah literasi. Secara sederhana, literasi dipahami sebagai kemampuan membaca dan menulis. Namun, sebenarnya literasi merupakan sebuah konsep yang memiliki makna kompleks, dinamis, terus ditafsirkan dan didefinisikan dengan beragam cara dan sudut pandang.
Dalam rangka memperingati Hari Literasi Nasional yang jatuh pada tanggal 8 September, mari bicara bagaimana kita dapat mengembangkan kemampuan literasi anak Indonesia ke tahap pemikirian kritis hingga inovatif.
Kita mulai dengan mengenal Taksonomi Bloom, yang merupakan struktur hierarki yang mengidentifikasi keterampilan berpikir mulai dari jenjang terendah hingga jenjang tertinggi. Diperkenalkan pertama kali pada tahun 1956 oleh psikolog pendidikan dari University of Chicago, Benjamin Bloom. Kemudian terminologinya direvisi oleh David Krathwohl pada tahun 2021 menjadi enam tahapan pembelajaran.
Berikut adalah tahapan-tahapan pembelajaran dalam Taksonomi Bloom:
Sumber: Jessica Shabatura, Using Bloom’s Taxonomy to Write Effective Learning Outcomes
Tentu saja taksonomi ini dapat digunakan untuk membangun kualitas literasi generasi muda Indonesia. Peningkatan kemampuan literasi kerangka Taksonomi Bloom ini selaras dengan diagram Tahapan Kemampuan Membaca rilisan Jeanne S. Chall, dalam bukunya Stages of Reading Development, yang juga terdiri dari enam tahapan (Chall, Jeanne. 1983. Stages of Reading Development. New York: McGraw Hill. pp. 10-24).
Berikut adalah diagram Tahapan Kemampuan Membaca menurut Jeanne S. Chall:
Mari membahas setiap jenjang dari Taksonomi Bloom dan Tahapan Kemampuan Membaca Chall dalam kaitannya dengan kemampuan literasi, serta implementasinya di lingkungan belajar mengajar.
Jenjang 1: Mengingat
Banyak aktivitas pendidikan yang mengedepankan ingatan atau hafalan. Menurut Taksonomi Bloom, cara berpikir seperti ini berada di kategori paling bawah dan memiliki tingkat kerumitan paling rendah. Karena itulah, Chall menyatakan pentingnya memperkenalkan abjad dan permulaan membaca di prasekolah (tahap 0 dan 1 diagram Chall).
Walaupun sangat mendasar, tetapi jenjang Mengingat bukannya tidak penting. Dalam membaca dan mengolah informasi, daya ingat berperan penting karena diperlukan juga di jenjang yang lebih tinggi, contoh: mengingat sinonim-sinonim kata untuk membuat puisi atau tulisan yang lebih menarik, menghafal aturan berbahasa formal saat membuat tulisan akademis.
Perlu diingat bahwa kemampuan literasi memiliki lima tahapan lainnya yang lebih tinggi, sehingga Indonesia tidak boleh berpuas hati dengan tingginya persentase melek huruf di Indonesia. Faktanya, walaupun 96% penduduk dewasa di Indonesia bisa membaca (level 1 pada Taksonomi Bloom), tetapi tingkat literasi anak-anak Indonesia masih berada di peringkat 62 dari 70 negara, atau 10 terburuk di dunia (Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi atau OECD, 2019).
Menurut OECD, kemampuan literasi ini mengukur pemahaman terhadap teks bacaan serta aplikasi dan evaluasi terhadap bacaan tersebut. Kemampuan ini terkandung pada jenjang lanjutan di Taksonomi Bloom, yaitu jenjang kedua (Memahami), jenjang ketiga (Menerapkan), hingga jenjang kelima (Mengevaluasi). Mari membahas jenjang-jenjang lanjutan ini.
Jenjang 2: Memahami
Murid yang mampu menghafal bukan berarti mampu memahami materi yang dihafalnya. Jenjang kedua ini beririsan dengan tahap kedua pada diagram Chall yang menargetkan murid Sekolah Dasar (SD). Menurut Chall, pelajar SD harus mampu membaca dengan fasih serta memahami teks yang dibacanya.
Beberapa cara untuk mengetahui apakah siswa memahami teks:
- Mampu menjelaskan atau menceritakan ulang dengan kata-katanya sendiri.
- Mampu memberi contoh dari atau menghubungkan hal lain ke konsep di dalam teks tersebut.
- Mampu membandingkan dua hal yang sama dan/atau berbeda.
- Mampu menyimpulkan atau mendapatkan garis besar dari seluruh informasi yang didapatkan dari teks terkait.
Kegiatan belajar mengajar yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman literasi:
- Membuat rangkuman.
- Menceritakan ulang di depan kelas.
- Membandingkan dua karakter dalam cerita.
- Mengategorikan jenis bacaan.
- Menarik kesimpulan dari bacaan.
- Mendiskusikan bacaan untuk mengetahui tingkat pemahaman para murid.
Jenjang 3: Menerapkan
Pada jenjang ini, siswa diharapkan mampu untuk menerapkan fakta, ide, dan konsep yang dipelajarinya untuk digunakan di situasi atau konteks yang berbeda. Jenjang ini bersandingan dengan tahap 3 diagram Chall yang menargetkan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) untuk dapat memperluas wawasan dan pengetahuannya melalui medium bacaan. Kemampuan literasi siswa tidak lagi terbatas pada kemampuan membaca, tetapi juga bagaimana mereka bisa menerapkan apa yang dibacanya ke dunia nyata.
Contoh kegiatan belajar-mengajar pada jenjang ini:
- Membagikan pengetahuan yang didapatnya ke dalam bentuk lainnya, misalnya ilustrasi, animasi, atau presentasi visual lainnya.
- Mengejawantahkan cerita dari bacaan menjadi sebuah sandiwara.
- Membangun model miniatur dari jabaran terperinci yang ada di dalam bacaan, misalnya: penggambaran area tempat tinggal karakter utama.
Peran pendidik sangat penting dalam memandu kemampuan literasi siswa pada tahap ini. Bangun lingkungan kondusif untuk mendiskusikan bacaan dan menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Dengan cara ini, siswa akan tumbuh menjadi individu mampu menerapkan hal-hal bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya.
Jenjang 4: Menganalisis
Menurut teori perkembangan kognitif atau intelektual Piaget, anak-anak mulai mampu menganalisis dan menangani pemikiran abstrak dari usia 11-12 tahun. Ini berarti, siswa SMP seharusnya sudah mampu untuk menganalisis bacaannya.
Menurut Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perpustakaan Nasional, analisis merupakan kegiatan yang melibatkan pemecahan informasi menjadi beberapa bagian untuk diperiksa secara satuan serta melihat bagaimana informasi tersebut saling berhubungan. Definisi ini serupa dengan pengertian Chall yang mendeskripsikan literasi analitis sebagai kemampuan untuk mempertimbangkan perspektif yang berbeda.
Agar kemampuan analisis pelajar remaja ini optimal saat membaca dan belajar, guru dapat memandu mereka untuk:
- menganalisis dan/atau mengkritik informasi yang mereka baca, misalnya dengan mendiskusikan alasan karakter bacaan melakukan hal tertentu, menganalisis apakah pernyataan tertentu merupakan fakta atau opini, dan membandingkan dua cerita legenda dari daerah yang berbeda; serta
- memperkuat logika, misalnya dengan membahas korelasi sebab-akibat yang ada di dalam bacaan.
Pengembangan tahap ini sangat penting karena anak muda zaman sekarang semakin dibombardir oleh berbagai macam informasi. Tanpa kemampuan berpikir kritis dan menganalisis informasi, para remaja dapat mudah terjerat, bahkan mempercayai, informasi yang tidak benar.
Jenjang 5: Mengevaluasi
Pada jenjang ini, kemampuan literasi meningkat hingga siswa mampu menilai sebuah konsep serta membela maupun mengkritiknya berdasarkan kriteria dan standar tertentu. Siswa yang mencapai jenjang ini akan mampu mempertimbangkan bagian-bagian berbeda di dalam bacaan, mengenali informasi yang perlu dipertanyakan, mendalami materi secara lebih jauh dari sumber bacaan lain, serta menghubungkan relevansi bacaan ke konsep lainnya. Menurut Chall, tahap ini seharusnya bisa digarap maksimal di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).
Contoh kegiatan yang dapat mempertajam kemampuan evaluasi siswa SMA:
- Mempelajari cara berdebat yang baik dan melakukan debat sehat di forum yang terkendali.
- Mengevaluasi dampak lingkungan setelah membaca tentang operasional tambang tertentu.
- Menganalisis opsi-opsi pembangkit listrik yang ada dan mengajukan gagasan serta dasar argumen yang kuat untuk opsi paling tepat untuk daerah tertentu.
Kemampuan evaluasi dalam literasi juga akan membentuk pola pikir mandiri saat siswa akhirnya terjun ke dunia kerja ataupun bisnis, terutama saat membaca program kerja, laporan keuangan, atau hasil riset, serta ketika membuat keputusan logis berdasarkan data dan informasi yang ada. Dalam kata lain, siswa yang kuat kemampuan evaluasinya akan berpeluang besar menjadi manajer ataupun pengusaha andal.
Jenjang 6: Menciptakan
Tingkat terakhir dalam Taksonomi Bloom ini tidak ada padanannya di diagram Chall. Namun, jika tahapan akademik dilanjutkan, maka jenjang ini sesuai untuk menjadi target hasil belajar mahasiswa.
Pada tahap ini, mahasiswa seharusnya dapat mendemonstrasikan pengetahuannya dengan menerapkan konsep yang dipelajari untuk menciptakan sesuatu yang bermakna. Karena itulah, mahasiswa perlu membuat karangan ilmiah atau skripsi yang mendemonstrasikan pemikiran inovatif mereka dari hasil belajarnya selama di perguruan tinggi.
Hari Literasi Nasional ini menjadi momen yang tepat untuk mengingat bahwa pelajar Indonesia masih sangat perlu untuk meningkatkan kemampuan literasinya ke tahap yang lebih tinggi. Skema Taksonomi Bloom yang ditemani Tahapan Kemampuan Membaca Chall dapat menjadi pedoman bagi sekolah dan guru untuk mengevaluasi kemampuan literasi siswanya, serta meramu kegiatan belajar mengajar untuk memenuhi standar kemampuan literasi sesuai jenjang akademis yang digagas skema.
Dengan bantuan kerangka ini, diharapkan peningkatan literasi pelajar Indonesia menjadi lebih terarah, dan pada akhirnya akan menciptakan Generasi Emas yang berpikiran kritis dan inovatif.
Selamat Hari Literasi Nasional!
Penulis: Dania Ciptadi
Artikel terkait:
- Pembelajaran Tidak Relevan, Murid Bingung
- Meningkatkan Minat Anak terhadap Buku di Tengah Gerusan Teknologi
- Pentingnya Seni untuk Anak
- Kekuatan Storytelling dalam Membentuk Generasi Emas
- 10+ Lokasi Kanal Digital Edukatif
- Bentuk Anak Menjadi Warga Digital yang Tangguh